Kurang Afdhol jika Belum Nyekar saat Bulan Suci Tiba
SUDAH TRADISI: Daniel bersama istri dan anaknya menabur bunga di makam ibundanya kemarin di TPU Purutrejo 1. (Foto: M Zubaidillah/Jawa Pos Radar Bromo)
PASURUAN, Radar Bromo- Sudah menjadi tradisi bagi masyarakat untuk berziarah kubur. Bukan hanya di waktu tertentu seperti malam Jumat. Tiap kali menjelang bulan suci Ramadan, tempat pemakaman umum (TPU) kian ramai dikunjungi. Rasa-rasanya ada yang kurang jika belum mengunjungi mendiang keluarga yang telah mendahului.
Setelahmengayuh santai, Kholil, 70, membasuh peluhnya. Dia lalu memarkirkan sepeda onthel yang warnanya sudah kusam di pagar yang ada di TPU Purutrejo. Setelah memastikan aman, Kholil membawa cangkul dan celurit serta beberapa bungkus bunga. Begitu tiba di makam yang sudah berkijing, tangannya sibuk membersihkan rumput.
Hanya dalam sekejap, makam yang dia bersihkan cukup banyak. Kira-kira ada 7 makam. “Paling utama adalah makam mertua. Sisanya adalah adik dan kakak ipar,” katanya sambal menaburkan bunga.
SUDAH TRADISI: Daniel bersama istri dan anaknya menabur bunga di makam ibundanya kemarin di TPU Purutrejo 1. (Foto: M Zubaidillah/Jawa Pos Radar Bromo)
Kholil memang sudah terbiasa datang ke makam, Katanya, itu adalah penghormatan untuk mendiang keluarganya. Biasanya tiak Kamis sore atau jumat pagi, dia nyekar ke makam. Namun khusus sepekan sebelum puasa, energinya lebih banyak tersita karena membersih makam. Supaya sanak keluarga yang dari jauh, senang jika datang ke pemakaman yang dikenal Karangwingko tersebut.
Hal yang sama juga dilakukan Daniel Firmansyah, 35, warga Perumahan Wirogunan. Sehari sebelum puasa, Daniel mengajak Dini istrinya dan anaknya untuk nyekar. Dia nampak khusyuk mendoakan almarhumah ibundanya. Membaca surat pendek dan doa agar almarhumah ibundanya mendapat ampunan.
PASURUAN, Radar Bromo- Sudah menjadi tradisi bagi masyarakat untuk berziarah kubur. Bukan hanya di waktu tertentu seperti malam Jumat. Tiap kali menjelang bulan suci Ramadan, tempat pemakaman umum (TPU) kian ramai dikunjungi. Rasa-rasanya ada yang kurang jika belum mengunjungi mendiang keluarga yang telah mendahului.
Setelahmengayuh santai, Kholil, 70, membasuh peluhnya. Dia lalu memarkirkan sepeda onthel yang warnanya sudah kusam di pagar yang ada di TPU Purutrejo. Setelah memastikan aman, Kholil membawa cangkul dan celurit serta beberapa bungkus bunga. Begitu tiba di makam yang sudah berkijing, tangannya sibuk membersihkan rumput.
Hanya dalam sekejap, makam yang dia bersihkan cukup banyak. Kira-kira ada 7 makam. “Paling utama adalah makam mertua. Sisanya adalah adik dan kakak ipar,” katanya sambal menaburkan bunga.
SUDAH TRADISI: Daniel bersama istri dan anaknya menabur bunga di makam ibundanya kemarin di TPU Purutrejo 1. (Foto: M Zubaidillah/Jawa Pos Radar Bromo)
Kholil memang sudah terbiasa datang ke makam, Katanya, itu adalah penghormatan untuk mendiang keluarganya. Biasanya tiak Kamis sore atau jumat pagi, dia nyekar ke makam. Namun khusus sepekan sebelum puasa, energinya lebih banyak tersita karena membersih makam. Supaya sanak keluarga yang dari jauh, senang jika datang ke pemakaman yang dikenal Karangwingko tersebut.
Hal yang sama juga dilakukan Daniel Firmansyah, 35, warga Perumahan Wirogunan. Sehari sebelum puasa, Daniel mengajak Dini istrinya dan anaknya untuk nyekar. Dia nampak khusyuk mendoakan almarhumah ibundanya. Membaca surat pendek dan doa agar almarhumah ibundanya mendapat ampunan.