KRAKSAAN – Angka anak putus sekokah di Kabupaten Probolinggo masih cukup tinggi. Tahun 2018 lalu, mencapai 24,967 persen dari jumlah siswa sekolah. Karenanya, Dinas Pendidikan (Dispendik) Kabupaten Probolinggo berusaha menarik mereka kembali ke sekolah.
Kepala Disnpendik Kabupaten Probolinggo Dewi Korina tidak menampik angka putus sekolah di daerahnya masih tinggi. Namun, selama ini pihaknya telah berupaya menguranginya. “Memang masih banyak. Terutama di daerah pegunungan atau di pelosok desa,” ujarnya.
Alasan mereka putus sekolah beragam. Ada yang menikah, tidak punya biaya, dan ada yang beralasan karena sekolahnya jauh. Semua alasan itu sudah dicarikan solusi oleh pemerintah. Namun, masih belum bisa mengurangi angka putus sekolah secara signifikan. “Yang sering terjadi karena keburu menikah. Mereka yang hidup di desa biasanya kerap terjadi menikahkan anaknya yang masih usia sekolah,” ujar Dewi.
Kebiasaan ini, kata Dewi, ketika anaknya sudah ada yang melamar, tidak banyak yang berani menolak. Alasannya, menolak pinangan orang akan berakibat buruk pada masa depan sang anak. Sehingga, terpaksa mereka menerima.
“Tetapi, kami sudah bekerja sama dengan dinas terkait agar bisa meminimalisasinya. Bukan hanya itu, terkait jarak sekolah dan kemiskinan kami sudah berupaya menekannya,” ujarnya.
Tahun ini, untuk bisa menarik kembali anak yang putus sekolah, pihaknya mengalokasikan anggaran sekitar Rp 2 miliar. Dana ini untuk membantu anak-anak yang tidak bisa sekolah karena terkendala biaya. Sehingga, mereka kembali bisa melanjutkan sekolahnya.
“Selain sekolah reguler, juga bisa masuk sekolah paket. Kami memberikan anggaran itu, tujuannya yang tidak bersekolah bisa kembali bersekolah. Sehingga, bisa mengurangi angka putus sekolah. Juga bisa memberikan hak kepada warga negara wajib sekolah untuk bersekolah,” ujarnya. (sid/rud)