PASURUAN, Radar Bromo – Pecinta balap sepeda di Kota Pasuruan bermunculan setelah pandemi. Tetapi, yang menekuni hingga serius hingga mengikuti event balap sepeda, tak semuanya. Mereka yang rutin ikut sejumlah event balap sepeda, dari beragam profesi. Tak sekadar mencari sehat. Olahraga ini dianggap paling lengkap dan bisa digelar di mana pun.
Dari sejumlah nama, ada Ismail Marzuki Hasan. Pria yang menjabat ketua DPRD Kota Pasuruan ini, begitu bersemangat saat mengikuti Suropati Race 4 (SR4) Tour de Pasuruan. Dia tergabung di kategori Men Master B atau pembalap usia rentang 40–49 tahun.
Walau tak jadi juara, dia menuntaskan finis sampai di etape ketiga atau race. Baginya, event SR4 adalah acara yang wajib diikuti. Selain karena mengangkat nama Kota Pasuruan, dia banyak membantu mempromosikan kota santri kepada rekan-rekan sejawatnya.
Bukan hanya event SR. Ismail juga sudah melanglang buana ke seluruh Indonesia untuk mengikuti event serupa. Entah itu Audax yang jarak tempuhnya di atas ratusan kilometer atau event-event lain yang sifatnya long ride. Belum lama ini misalnya, dia baru mengikuti event di Kalimantan.
Menurut Ismail, tiap daerah punya tantangan tersendiri. “Mulai rutenya, tantangannya, dan lain-lain. Tidak semua rute nyaman. Bahkan, di Kalimantan, saya pernah melewati jembatan dari kayu yang jika dilintasi, ban untuk ukuran road bike pasti lebih banyak selipnya,” kata Ismail.
Tentu saja rute seperti itu tantangannya adalah pembalap rentan terjatuh. Tapi, itu adalah risiko yang harus dihadapi pembalap. Tapi, di balik tantangan yang harus dilintasi, ada keseruan tersendiri yang bisa didapatkan.
Hal yang sama juga dialami Abdullah Junaedi, anggota DPRD Kota Pasuruan. Sama seperti Ismail, ia selalu ikut event balap sepeda. Dia sudah beberapa kali ikut event di Kalimantan hingga Mandalika, Nusa Tenggara Barat. Sementara untuk SR, Junaedi tak pernah absen sekalipun.
Bahkan di event SR4, Junaedi harus mendapat perawatan karena terjatuh di track menjelang finis. Tangannya babras dan harus mendapat perawatan intensif. “Tapi, ini kan sudah jadi risiko. Terjatuh itu biasa. Namun, serunya itu yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata,” beber Junaedi.