24.9 C
Probolinggo
Monday, June 5, 2023

Upaya Memahami Gus Yahya Menyoal Isu Feminisme; NU yang Selalu Unik

Oleh: M. Yaufi Nur Mutiullah


DALAM beberapa waktu terakhir Yahya Cholil Staquf atau akrab disapa Gus Yahya, ketua umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU) mengeluarkan pernyataan menarik dalam sambutannya. Konteks ketika itu Gus Yahya sedang memberikan sambutan dalam salah satu acara NU dan objek dari pernyataan beliau adalah Fatayat dan Muslimat, salah satu banom perempuan dalam tubuh NU.

Mengapa menarik? sependek pengamatan penulis pernyataan Gus Yahya dikatakan menarik atau kalau boleh disebut kontroversial, meskipun nanti penyematan kontroversial ini perlu ditinjau kembali. Tapi, setidaknya pernyataan itu menarik karena mengubah mindset atau pandangan orang banyak terhadap NU. Yang semula publik melihat NU demikian, namun ternyata kok tidak demikian. Bagaimana maksudnya, berikut penulis paparkan.

Baca Juga:  Bahasa Daerah sebagai Solusi Penyebaran Informasi dan Alat Mengakrabkan Diri

Pertama, sebelumnya penulis hendak mengatakan bahwa NU adalah organisasi Islam terbesar di Indonesia. Oleh karena terbesar, maka setiap hal yang berkaitan dengan NU pasti menjadi perbincangan banyak orang. Apalagi yang berbicara dalam hal ini adalah Gus Yahya yang saat ini menjabat Ketua Umum PBNU.

Maka sudah menjadi hal yang lumrah bila setiap pernyataan Gus Yahya menjadi perhatian publik. Untuk lebih jelasnya, akan saya kutip pernyataan beliau secara tekstual, agar tidak terjadi penambahan, pengurangan, atau sejenisnya yang mengakibatkan keburaman makna.

Ada sebuah pandangan dari sebagian kalangan, atau yang saya sebut mindset di awal tadi, yang mengatakan bahwa NU dalam kepemimpinan Gus Yahya lebih dekat pada aliran liberal. Meski tidak dikatakan, tapi pandangan ini ada dalam pikiran publik.

Baca Juga:  Menko Airlangga Dorong Pengusaha Nahdliyin Jadi Motor Penggerak Ekonomi

NU dalam kepemimpinan Gus Yahya dipahami oleh sebagian kalangan akan menjadi organisasi yang lebih terbuka dalam isu kemanusian, keagamaan, sosial, dan lainnya, termasuk isu gender. Namun ternyata, mindset publik tersebut terpatahkan oleh pernyataan Gus Yahya tadi.

Secara terang-terangan dan tegas Gus Yahya melarang Fatayat dan Muslimat sebagai perwakilan kaum perempuan dalam tubuh NU untuk tidak mengikuti paham ideologi gender. Dari pernyataan tersebut publik seketika shock, seakan ragu akan keterbukaan cara berpikir dan gaya beragama NU. Kok NU jadi begini? Setidaknya pertanyaan seperti itu yang muncul dalam benak publik.

Oleh: M. Yaufi Nur Mutiullah


DALAM beberapa waktu terakhir Yahya Cholil Staquf atau akrab disapa Gus Yahya, ketua umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU) mengeluarkan pernyataan menarik dalam sambutannya. Konteks ketika itu Gus Yahya sedang memberikan sambutan dalam salah satu acara NU dan objek dari pernyataan beliau adalah Fatayat dan Muslimat, salah satu banom perempuan dalam tubuh NU.

Mengapa menarik? sependek pengamatan penulis pernyataan Gus Yahya dikatakan menarik atau kalau boleh disebut kontroversial, meskipun nanti penyematan kontroversial ini perlu ditinjau kembali. Tapi, setidaknya pernyataan itu menarik karena mengubah mindset atau pandangan orang banyak terhadap NU. Yang semula publik melihat NU demikian, namun ternyata kok tidak demikian. Bagaimana maksudnya, berikut penulis paparkan.

Baca Juga:  Fakta Otoritas Ganda Tokoh Agama

Pertama, sebelumnya penulis hendak mengatakan bahwa NU adalah organisasi Islam terbesar di Indonesia. Oleh karena terbesar, maka setiap hal yang berkaitan dengan NU pasti menjadi perbincangan banyak orang. Apalagi yang berbicara dalam hal ini adalah Gus Yahya yang saat ini menjabat Ketua Umum PBNU.

Maka sudah menjadi hal yang lumrah bila setiap pernyataan Gus Yahya menjadi perhatian publik. Untuk lebih jelasnya, akan saya kutip pernyataan beliau secara tekstual, agar tidak terjadi penambahan, pengurangan, atau sejenisnya yang mengakibatkan keburaman makna.

Ada sebuah pandangan dari sebagian kalangan, atau yang saya sebut mindset di awal tadi, yang mengatakan bahwa NU dalam kepemimpinan Gus Yahya lebih dekat pada aliran liberal. Meski tidak dikatakan, tapi pandangan ini ada dalam pikiran publik.

Baca Juga:  Nuzulul Quran Bertepatan dengan Pengumuman KPU, Ini Imbauan PCNU

NU dalam kepemimpinan Gus Yahya dipahami oleh sebagian kalangan akan menjadi organisasi yang lebih terbuka dalam isu kemanusian, keagamaan, sosial, dan lainnya, termasuk isu gender. Namun ternyata, mindset publik tersebut terpatahkan oleh pernyataan Gus Yahya tadi.

Secara terang-terangan dan tegas Gus Yahya melarang Fatayat dan Muslimat sebagai perwakilan kaum perempuan dalam tubuh NU untuk tidak mengikuti paham ideologi gender. Dari pernyataan tersebut publik seketika shock, seakan ragu akan keterbukaan cara berpikir dan gaya beragama NU. Kok NU jadi begini? Setidaknya pertanyaan seperti itu yang muncul dalam benak publik.

Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru