ZAMAN sekarang tidak perlu koran. Cukup klik gadget, sudah mendapatkan berita terkini. Cepat dan tidak perlu beli. Bisa diakses kapan saja dan dari mana saja. Tidak perlu menunggu pagi. Seperti ketika menunggu datangnya koran.
Obrolan dan diskusi semacam ini sering kita dengar. Mulai kalangan pers, hingga akademisi. Kisah koran tutup seakan membuktikan berakhirnya masa keemasan media cetak. Dianggap lambat dan tidak aktual. Kalah bersaing dalam kecepatan penyajian informasi.
Hal ini sejalan dengan era digital 4.0. Era yang mendisrupsi semua lini. Termasuk media. Hadirnya media sosial (medsos) dan online, diprediksi mempercepat matinya koran. Semua akan berganti digital. Serbacepat dan aktual. Menggantikan koran yang dinilai lambat menyajikan informasi.
Kondisi ini sudah diprediksi sejak lama. Tahun 1990, Bill Gates, mantan CEO Microsoft, meramal koran akan mati tahun 2000. Rupert Murdoch, CEO News Corp, memprediksi koran akan mati 20 tahun lagi. Prediksi ini dikatakan pada tahun 2000. Artinya, tahun 2020 lalu mestinya tidak ada lagi koran di muka bumi ini.
Benarkah prediksi itu? Ternyata tidak juga. Sampai hari ini, masih ada koran. Meski beberapa ada yang gulung tikar. Ramalan para pesohor media itu tidak terbukti. Artinya, keberadaan medsos dan online, tidak serta merta membunuh koran. Baik dari sisi content berita, maupun iklannya.
Bisa jadi, kehadiran medsos dan online hanya mendisrupsi sebagian koran. Tidak semuanya. Misalnya, soal kecepatan dan coverage area.
Koran tidak mungkin bersaing di wilayah itu. Pasti jauh tertinggal. Tapi, tidak otomatis koran akan mati. Malah, ini menutupi keterbatasan koran dalam kecepatan menyajikan berita dan coverage area-nya.