Banyak pekerja berat dan harus berpanas-panasan di tengah terik matahari. Pekerja berat seperti apa yang mendapatkan keringanan untuk tidak berpuasa Ramadan. Dan, bagaimana cara menggantinya. Fidiah apa qada?
Di dalam kitabnya, Bughyah al-Mustarsyidiin halaman 234, Sayyid Abdur Rahman bin Muhammad bin Husain bin Umar al-Masyhur menyebutkan; pekerja berat seperti buruh tani dan kuli atau jenis pekerjaan berat yang lain, hanya boleh membatalkan puasa saat telah memenuhi enam syarat.
Pertama, pekerjaan tersebut tidak bisa diundur ke bulan Syawal. Kedua, tidak bisa dikerjakan di malam hari atau jika dikerjakan di malam hari bisa menimbulkan kerugian maupun kerusakan. Ketiga, jika melanjutkan berpuasa, bisa menimbulkan bahaya bagi badannya.
Berikutnya, keempat, malamnya tetap wajib berniat puasa dan bila siang harinya dirasakan tidak mampu, baru boleh membatalkan puasanya. Kelima, saat membatalkan puasa harus niat untuk tarakhus (mendapatkan keringanan dari agama). Keenam, tidak boleh menjadikan pekerjaan tersebut sebagai tujuan agar mendapatkan keringanan untuk tidak berpuasa.
Sama halnya tidak boleh membatalkan puasa bagi musafir yang melakukan perjalanan hanya agar bisa tidak berpuasa. Apabila pekerja berat yang memenuhi syarat tersebut membatalkan puasanya, maka wajib baginya mengqada puasanya setelah Ramadan. Seperti yang dijelaskan Allah dalam Qs, Al-Baqarah: 185.
“Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan lalu ia berbuka, maka wajib baginya berpuasa, sebanyak hari yang ditinggalkannya, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.”
Syaikh An Nawawi Al-Bantani menjelaskan perihal ayat ini, bahwa seorang pekerja berat itu disamakan dengan orang yang sakit. (Nihayatu Az-Zain halaman 188).