Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Probolinggo berkomitmen menurunkan angka stunting, angka kematian bayi dan angka kematian ibu. Komitmen itu terus diwujudkan dengan melakukan program konkret.
——————
Sejumlah langkah konkret dilakukan Dinkes Kabupaten Probolinggo dalam menekan angka stunting. Salah satunya dengan memaksimalkan tenaga kesehatan. Serta melaksanakan pendampingan langsung kepada masyarakat.
“Stunting memang menjadi pekerjaan rumah bagi kami dan sedang diupayakan menurun. Kami lakukan berbagai langkah untuk menurunkannya,” ujar Kepala Dinkes Kabupaten Probolinggo dr. Anang Budi Yoelijanto.
Tindakan pertama yang dilakukan memaksimalkan tenaga kesehatan di tingkatan paling bawah atau puskesmas. Di antaranya, melakukan sosialisasi kelas ibu hamil, sosialisai pola asuh anak, dan sosialisasi kepada kelompok pendukung air susu ibu (ASI) eksklusif.
“Penurunan angka stunting tidak bisa dilakukan secara instan. Karena itu, perlu tindakan berkelanjutan sesuai tahapannya,” ujarnya.
Dinkes juga melakukan stimulasi deteksi intervensi dini tumbuh kembang. Tujuannya merangsang otak balita agar kemampuan gerak, bicara, bahasa, sosialisasi, dan kemandiriannya berlangsung optimal sesuai umurnya.
Ada juga deteksi dini tumbuh kembang anak yang merupakan kegiatan pemeriksaan untuk mendeteksi atau menemukan adanya penyimpangan tumbuh kembang balita. Bila ditemukan penyimpangan lebih dini, intervensi akan lebih mudah.
Berikutnya, ada pelatihan tenaga sanitasi. Yakni, mendampingi masyarakat untuk lebih menjaga kebersihan lingkungan. “Stunting merupakan masalah kompleks, maka kami juga melakukan konvergensi bersama dengan 10 OPD di bawah binaan Bappedda,” ujarnya.
Dari berbagai upaya yang dilakukan Dinkes itu, hasilnya angka stunting terus menurun. Pada 2018 tercatat 17,29 persen. Namun, sampai September 2019 menurun menjadi 16,37 persen. Bahkan, bulan kemarin Pemkab menjadi terbaik nomor 5 dalam upaya pencegahan dan penurunan stunting terintegrasi.
Dampingi Calon Pengantin, Tekan AKB
PENURUNAN angka kematian bayi (AKB) juga menjadi perhatian serius Dinkes Kabupaten Probolinggo. Beragam upaya dilakukan untuk menurunkannya.
Upaya awal yang dilakukan melakukan pendampingan langsung di masyarakat. Pendampingan salah satunya dengan melakukan sosialisasi kepada calon pengantin (catin). Tujuannya, memberikan pemahaman mengenai kesehatan pranikah.
Ketika memasuki masa kehamilan, kader Posyandu juga melakukan sosialisasi, pendampingan, dan pemeriksaan kepada ibu hamil. Agar tumbuh kembang serta asupan gizi yang diterima ibu hamil dapat terpenuhi.
“Tentunya kami upaya pencegahan dari dasar terlebih dahulu. Jadi, kami berikan sosialisasi kepada calon pengantin tentang kesehatan pranikah serta apa saja yang dilakukan untuk program kehamilan,” ujar Kepala Dinkes Kabupaten Probolinggo Anang Budi Yoelijanto.
Menurutnya, tingginya AKB disebabkan beberapa faktor. Di antaranya, terlambatnya mendeteksi adanya risiko tinggi, lambatnya pengambilan keputusan, dan sarana pelayanan kesehatan yang jauh. Karenanya, pihaknya berupaya mencegahnya dengan bekerja sama perangkat desa.
Di antaranya, meningkatkan kapasitas petugas kesehatan, pelatihan penatalaksanaan gizi buruk, pelatihan pemberian makanan bayi dan anak, serta program orientasi dokter puskesmas.
“Kami tingkatkan sumber daya manusia dan keahlian tenaga kesehatan, khususnya bidan desa yang memang terjun langsung melakukan tindakan. Bagi warga yang berada di pelosok, kami imbau pemerintah desa memfasilitasi ketika memasuki masa persalinan,” ujarnya.
Dari serangkaian upaya yang dilakukan, AKB di Kabupaten Probolinggo menurun. Tercatat AKB pada 2018 ada 243 orang. Tahun ini sampai September 2019 tercatat ada 141 bayi yang meninggal.
“Pada prinsipnya upaya yang dilakukan untuk menurunkan AKB sama dengan upaya penurunan angka stunting. Kami sering melakukan satu kegiatan, namun tiga tujuan yang dicapai. Yakni, penurunan stunting, AKB, dan AKI (angka kematian ibu),” ujarnya. (*/ar/rud)