TEGALSIWALAN, Radar Bromo – Di masa pandemi Covid-19, masyarakat diharapkan tetap waspada terhadap ancaman penyakit lain. Seperti demam berdarah. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat ditemukan lebih dari 71 ribu kasus demam berdarah di seluruh Indonesia.
Angka kematian penyakit demam berdarah termasuk tinggi yakni hampir 400 jiwa. Ini menjadi tantangan di tengah pandemi Covid-19, khususnya terhadap daerah yang sering terdampak. “Kemenkes mencatat tahun ini kasus demam berdarah antara 100-500 kasus per hari,” ujar Arif Ubaidillah, Dokter di Puskesmas Tegalsiwalan.
Menurutnya, pada musim hujan, masyarakat perlu waspada dengan ancaman penyakit yang disebabkan nyamuk ini. Terutama di daerah dengan angka kasus Covid-19 yang tinggi.
“Demam berdarah dipicu gigitan nyamuk Aedes Aegypti yang berperilaku menggigit dua kali sehari, yaitu pada pagi dan sore hari. Demam berdarah adalah suatu penyakit yang sampai sekarang juga belum ada obatnya. Salah satu upaya untuk mencegahnya adalah kita menghindari gigitan nyamuk ini,” katanya.
Di masa pandemi Covid-19 dan ancaman penyakit demam berdarah sangat tinggi. Sehingga, kegiatan jumantik atau juru pemantau jentik harus lebih optimal. “Di wilayah kerja puskesmas Tegalsiwalan sendiri sudah terbentuk laskar jumantik yang terdiri dari 2 orang di setiap desa yg bertugas sebagai pemantau jentik,” katanya.
Dokter Arif mengatakan, selain membentuk kader Jumantik, Puskesmas Tegalsiwalan juga melakukan melalui sosialisasi waspada DBD dengan poster yang disebar di sejumlah wilayah kerja. “Untuk saat ini di wilayah Puskesmas Tegalsiwalan tidak ditemukan pasien dengan demam berdarah selama masa pandemi ini,” katanya
Masyarakat juga harus berperan melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) itu di rumah. “Masyarakat dapat melakukan pencegahan utama melalui 3M, yaitu menguras, menutup, dan mendaur ulang,” bebernya. (uno/fun)