TIDAK terlalu sulit memahami fotografi jurnalistik. Semakin familiar kita dengan fotografi membuat kita banyak mengerti tentang kapan harus menjepret. Ya, terkadang kita merasa perlu menjepretkan kamera ketika berada dalam kondisi atau momen yang penting untuk diabadikan.
Berbicara tentang fotografi jurnalistik, pada dasarnya, berbicara ihwal pemberitaan. Tapi, penekanannya mengacu pada teknik visualisasinya. Bagaimana sebuah gambar bisa memvisualisasikan suatu peristiwa di masyarakat. Sehingga pembaca atau penikmat bisa merasakan getaran di dalamnya.
Menjepret suatu momen yang penting untuk disampaikan kepada khalayak tidak jauh berbeda dengan saat kita menjepret kamera seperti biasa. Bedanya, foto jurnalistik penting untuk diketahui khalayak umum. Artinya, foto jurnalistik tidak sekadar asal jepret, tapi harus ada pesan di dalamnya.
Foto jurnalistik merupakan perpaduan antara kata dan gambar. Foto yang ditampilkan harus bisa menguraikan kata-kata dalam pemberitaan. Sehingga dapat memengaruhi pikiran orang.
Foto jurnalistik adalah komunikasi melalui foto. Suatu komunikasi yang dilakukan akan mengekspresikan pandangan wartawan foto terhadap suatu objek. Tapi, pesan yang disampaikan bukan merupakan ekspresi pribadi.
Ada beberapa elemen yang harus dipenuhi dalam foto jurnalistik. Foto jurnalistik tak mampu berdiri sendiri, tapi harus dilengkapi caption. Sederhananya, kalau tulisan berita memuat kriteria 5W+1H (What, Who, Why, When, Where, dan How), bukankah berarti foto jurnalistik juga seperti itu.
Mungkinkah sebuah foto mampu meng-cover 5W+1H. Tentu saja tak mungkin. Karena itu, perlu ada caption untuk memudahkan pembaca dalam memahami foto yang ditampilkan.