KANIGARAN, Radar Bromo –Enam kepala sekolah (kasek) SMP Negeri di Kota Probolinggo dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) di ruang siang Pengadilan Negeri Tipikor Surabaya. Kamis (24/11), kesaksian mereka meringankan empat terdakwa dugaan korupsi penggandaan LKS SD-SMP tahun 2020.
Mereka yang dijadikan saksi yaitu, Kamsi Arianto, Sumantri, Sudarmanto, Subaidah, Resita Desti Intana, dan Abdullah Ash Shiddieqy. Mereka semua kepala SMP Negeri di Kota Probolinggo.
Wildan Prayoga selaku penasihat hukum (PH) terdakwa Budi Wahyu Riyanto mengatakan, keterangan para saksi tidak ada yang memberatkan para terdakwa. Sesuai fakta persidangan, para saksi menyebut bahwa kegiatan penggandaan LKS itu dilakukan dan dipesan sendiri oleh pihak sekolah. Tidak ada intervensi dari terdakwa pada sekolah-sekolah untuk penggandaan LKS tersebut.
Menurutnya, kepala sekolah tidak ada yang mendapat tekanan dari terdakwa untuk memilih rekanan. Kepala sekolah melalui MKKG (Musyawarah Kerja Kepala Sekolah) menunjuk sendiri CV Arpus, menyerahkan file sendiri ke CV Arpus.
“Bahkan, kepala sekolah yang memesan mendapatkan fee dari rekanan sebesar 10 persen dari nilai pengadaan. Jadi yang mendapatkan keuntungan para kepala sekolah. Lalu beban kesalahan dilimpahkan ke orang-orang dinas,” ungkapnya.
Hal serupa diungkapkan Siti Zuroidah Amperawati, penasehat hukum (PH) terdakwa Moh Maskur dan Akhmad Basori. Ia mengatakan, kliennya tidak pernah memberikan rekomendasi untuk menunjuk CV Arpus sebagai penyedia penggandaan LKS tahun 2020. Sehingga, sesuai fakta persidangan tidak pernah ada keterangan yang menyebutkan penggandaan LKS itu dikoordinasi oleh terdakwa.
”Pak Maskur tidak pernah memberikan rekomendasi untuk menunjuk CV Arpus. Semua sudah mengakui bahwa yang melakukan penggandaan LKS itu masing-masing kepala sekolah yang dikoordinasi oleh MKKS. Sementara yang menyusun LKS adalah MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran),” tegasnya.