BANGIL, Radar Bromo – Pengembang Perumahan Green Eleven menggugat seorang pembeli rumah bernama Dokter Ugik Darmoko. Dia dinilai tidak mau membayar rumah dengan harga baru. Namun, Ugik tidak kalah berani. Dia balik menggugat developer PT Metsuma Anugrah Graha karena tidak juga menyerahkan sertifikat rumah yang telah dibelinya.
Dua gugatan tersebut kini disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Bangil. Dalam persidangan terungkap. Pihak PT Metsuma, selaku pengembang, menggugat Ugik agar hengkang dari rumah yang telah dibelinya. Alasannya, yang bersangkutan tidak mau membeli rumah dengan harga baru.
Ugik sendiri menggugat dengan alasan yang kuat. Lelaki yang menjabat kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Masyarakat Dinkes Kabupaten Pasuruan itu menggugat PT Metsuma agar mengeluarkan sertifikat rumah yang telah dibelinya.
Sebab, sejak pembelian rumah dilakukan pada 2005, sertifikatnya belum dia terima. Hanya, ada surat perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) yang dipegangnya sebagai pembeli.
Baca Juga:
Warga Perumahan di Beji Segel Kantor Pemasaran, Tuntut Pengembang Benahi Fasum
Dua gugatan berbeda itu sejatinya disidangkan Kamis (22/7). Pelaksanaannya bergiliran. Agendanya sama-sama putusan hakim. Namun, baru gugatan pihak PT Metsuma yang sudah membuahkan putusan. Sementara, putusan atas gugatan pihak dokter Ugik ditunda. Sebab, panitera sakit.
Apa hasil persidangan? Ketua Majelis Hakim PN Bangil AFS Dewantoro menyatakan tidak menerima gugatan PT Metsuma. Karena ada kekeliruan yang dilakukan pihak penggugat dalam materi gugatannya.
Kekeliruan itu terkait dengan kepemilikan. Lahan seluas lebih dari 3.900 meter persegi yang masuk dalam gugatan tidak hanya dimiliki oleh dokter Ugik seorang. Ada pihak-pihak lain yang juga menempati lahan tersebut. Sebab, dalam gugatan PT Metsuma, disebutkan hanya dokter Ugik yang digugat.
āTerdapat kekeliruan gugatan yang dilayangkan. Karena, lahan tersebut tidak hanya dikuasai tergugat,ā jelas Dewantoro.
Atas dasar itulah, majelis hakim memutuskan gugatan tersebut tidak diterima atau niet ontvankelijke verklaard (NO). Majelis hakim juga menghukum penggugat untuk membayar biaya perkara Rp 2,4 juta.
āMengadili gugatan yang dilayangkan penggugat tidak bisa diterima. Dan, menghukum penggugat dengan biaya perkara sebesar Rp 2,4 juta,ā tegas Dewantoro.
Atas putusan tersebut, pihak tergugat, Ugik, melalui kuasa hukumnya, Wiwik Tri Hariyati menyatakan menerima putusan hakim. Di pihak lain, penggugat memilih masih pikir-pikir. (one/far)