PURWOREJO, Radar Bromo –Penyelidikan dugaan pemotongan dana BOP di Kota Pasuruan, mendapat dukungan banyak pihak. Gabungan aktivis yang dimotori Pusat Studi Advokasi dan Kebijakan (Pusaka) misalnya, mendesak Kejari mengusut indikasi penyimpangan dalam pencairan BOP tahap dua hingga empat.
Pusaka bahkan menemui Kejari Kota Pasuruan dan menyerahkan data hasil investigasi mereka tentang dugaan yang dimaksud. Direktur Pusaka Lujeng Sudarto mengatakan, lima tersangka saat ini terjerat dalam pemotongan dana BOP tahap pertama.
Masih ada pencairan BOP tahap kedua hingga keempat yang juga diduga ada pemotongan. “Maka, hari ini kami serahkan datanya ke Kejari dengan harapan bisa ditindaklanjuti. Ini hasil investigasi kami, beberapa mengakui ada pemotongan. Bahkan sampai 50 persen,” bebernya.
Berbeda dengan pencairan BOP tahap pertama yang diketahui ada pemotongan dari pihak luar. Pada tahap kedua sampai keempat, dugaan pemotongan BOP dilakukan secara sistematis dari lingkaran penerima BOP sendiri.
“Kami siap menghadirkan saksi kalau memang Kejari memerlukannya,” tegasnya.
Kasi Intel Kejari Kota Pasuruan Wahyu Susanto mengapresiasi dukungan aktivis yang terus mengawal pengungkapan dugaan korupsi BOP. Ia berjanji akan memaksimalkan penyidikan. Baik melalui keterangan saksi-saksi, maupun data dan fakta yang ditemukan.
Wahyu juga bersikap terbuka atas masukan terkait indikasi pemotongan BOP dalam tahap dua hingga empat. Termasuk adanya saksi yang mau membeberkannya kepada aparat.
“Kami menjamin masyarakat atau lembaga penerima BOP yang memberikan keterangan untuk diberikan perlindungan,” tandas Wahyu.
Selain menyerahkan data baru, Pusaka juga minta Kejari kota Pasuruan mengusut kasus ini tanpa tebang pilih. Terutama karena satu di antara lima tersangka yang tengah disidik Kejari ternyata seorang tenaga ahli anggota DPR RI, Moekhlas Sidik.
Ia adalah RH yang selama ini juga ditugasi sebagai pemimpin rumah aspirasi atasannya di Pandaan. Sedangkan partnernya yang juga sudah mengenakan rompi tahanan sebagai relawan, yakni NR alias FQ.
Lujeng mengatakan, keterlibatan dua tersangka yang memiliki afiliasi dengan politisi Senayan itu membuka tabir baru. Bisa jadi, pemotongan BOP itu sudah didesain sejak program Kemenag RI itu diluncurkan.
“Tidak mungkin tidak ada yang mendesain. Dua tersangka dalam kasus ini memiliki afiliasi politik dengan parpol tertentu. Tidak mungkin selaku tenaga ahli punya inisiatif sendiri,” kata Lujeng.
Karena itu, dia mendorong penegak hukum mengungkap mastermind atau aktor intelektual dalam kasus ini. Terkuaknya aktor intelektual nanti bisa menjadi pintu masuk bagi Kejari untuk menelusuri indikasi tindak pidana pencucian uang.
“Siapa yang mendapat aliran duit ini. Kejari bisa menggandeng PPATK untuk menelisik aliran dana pemotongan ini. Bisa jadi arahnya ke tindak pidana pencucian uang,” bebernya.
Kasi Intel Kejari Kota Pasuruan Wahyu Susanto tak menepis persepsi yang berkembang di masyarakat menyusul penahanan lima tersangka. Termasuk mengenai aktor intelektual. Namun, sejauh ini pihaknya menilai lima orang itulah yang paling bertanggung jawab.
“Kami juga punya persepsi seperti itu (aktor intelektual). Tetapi, penetapan tersangka itu kan tidak didasarkan asumsi, tetapi aturan main hukum yang jelas yakni KUHAP,” katanya.
Seseorang bisa ditetapkan sebagai tersangka setidaknya setelah ada dua alat bukti. Di samping itu, sejauh ini RH juga menyatakan dirinya pasang badan dalam kasus yang membelitnya. Tidak ada sangkut pautnya dengan pihak lain. Termasuk atasannya di DPR RI. “Tersangka RH dalam hal ini pasang badan,” katanya.
Untuk membidik aktor intelektual dalam suatu perkara, kata Wahyu, tidak semudah membalikkan telapak tangan. Minimal harus ada dua alat bukti.
“Dengan sisa waktu penyidikan, kalau memang ada data dan fakta yang mendukung, akan kami tindak lanjuti,” ujarnya. (tom/hn)