Nawang Sari, Nawang Sito, dan Nawang Wulan tidak hanya membangun Candi Jabung di Desa Jabung Candi, Kecamatan Paiton, Kabupaten Probolinggo. Mereka kerap mandi di sebuah kolam yang ada di Desa Tamansari, Kraksaan. Dan sampai saat ini, tempat itu masih terawat.
DI ujung timur Kecamatan Kraksaan, tersebutlah sebuah kolam pemandian. Airnya jernih, sehingga kerap dijadikan tempat mandi dan memancing oleh warga.
Lokasi di Desa Tamansari. Berada di ujung utara desa, kolam pemandian seluas 20 x 60 meter persegi itu dikenal dengan Kolam Pemandian Taman sari.
Keberadaan Kolam Pemandian Taman Sari dipercaya warga setempat ada kaitannya dengan Candi Wurung dan Candi Jabung di Paiton yang dibangun tiga bidadari. Tiga bidadari itu yaitu, Nawang Sari, Nawang Sito, dan Nawang Wulan, pernah singgah dan mandi di kolam pemandian tersebut.

“Ceritanya, pada masa Kerajaan Majapahit dulu ada tiga bidadari yang sering singgah dan mandi di Kolam Pemandian Taman Sari ini,” ujar Abdul Hadi, salah satu warga setempat.
Nama Taman Sari sendiri, menurut Hadi, diambil dari dua kata. Yakni, taman yang berarti kolam dan sari yang berarti bunga. Bukan lantaran ada bunga di sekitar pemandian tersebut. Namun, bidadari tersebutlah yang menjadi bunga atau bentuk keindahannya.
“Dari sana juga asal nama desa kami, yakni Desa Tamansari,” ujarnya.

Lokasi pemandian ini sangatlah rindang. Semilir angin sejuk berembus, karena lokasinya yang dekat dengan sawah. Lalu, tiga pohon besar dengan tinggi sekitar 30 meter lebih, membuat suasana di kolam pemandian itu makin indah. Posisinya tepat berada di selatan kolam pemandian.
“Memang sangat sejuk di sini. Tiga pohon besar ini penyebabnya. Satu buah pohon Klompek yang buahnya jadi pakan burung. Dua lainnya pohon beringin,” ujarnya.
Di lokasi tersebut juga ada sebuah makam yang dipercaya sebagai makam salah satu pembabat Desa Tamansari. Yaitu, Mbak Dipo.
“Dulu makam Mbah Dipo ini ada di sebelah barat di dalam lokasi pemandian. Sekarang dipindah ke sisi timur,” ujar pria yang juga menjadi sekretaris Desa Tamansari tersebut.
Namun, memang tidak ada sejarah yang jelas mengenai Mbah Dipo. Hanya, masyarakat meyakini bahwa Mbah Dipo adalah orang yang babat alas Desa Tamansari. Utamanya menjadi juru kunci tempat pemandian.
Karena keyakinan masyarakat tersebut, Mbah Dipo dipercaya sebagai salah satu leluhur Desa Tamansari yang jasa-jasanya perlu diapresiasi. Warga pun rutin selamatan setiap Kamis sore atau malam Jumat di makan Mbak Dipo.
“Setiap malam Jumat warga selamatan di sini. Salah satu yang dibawa adalah makanan dan buah. Tak lupa kiriman Alfatihah kepada Mbah Dipo,” ujarnya.
Dengan selamatan itu, salah satu yang diharapkan warga adalah keselamatan. Sebab, kolam pemandian tersebut juga kental dengan hal mistis.
“Dengan selamatan itu, harapannya warga tidak diganggu oleh hal-hal yang mistis,” ujarnya.
Selain itu, tasyakuran desa juga diadakan di lokasi tersebut. Biasanya saat peringatan 17 Agustus usai digelar beragam perlombaan di desa.
“Di sini juga dijadikan tempat perlombaan. Kan ada lahan yang cukup luas. Jadi perlombaan dilakukan di sini. Setelah selesai, nanti ada tasyakuran desa. Biasanya banyak juga makanan dan sesaji yang diletakkan di sana,” lanjutnya.
Bahkan, warga luar pun kerap datang untuk melakukan ritual di kolam pemandian itu. Ritual biasanya dilakukan sesuai dengan keyakinan warga.
“Sempat beberapa kali ada yang mandi malam-malam. Tapi, bukan warga desa sini. Sempat tanya sih untuk apa. Katanya untuk sesuci saja. Sering juga ada orang luar yang ambil airnya. Katanya untuk obat orang sakit,” ujarnya.
Yang menarik, air kolam pemandian itu tidak pernah kering. Bahkan saat musim kemarau. Ada sumber air di sejumlah titik di pinggir kolam. Sumber air itu terkumpul menjadi satu dan membentuk kolam.
“Dari dulu airnya segini, tidak pernah kering. Di tengah sekitar satu meter lebih dalamnya. Bahkan, air dari kolam ini sejak dulu dialirkan ke sawah sebelah utara,” ujarnya.
Karena banyak warga yang berkunjung, pada tahun 2019 sempat ada rencana dari Pemdes Tamansari untuk mempercantik tempat itu. Rencananya, tempat itu akan dibangun jadi lokasi wisata alam. Namun, rencana tersebut tidak terealisasi hingga tuntas.
“Sebelumnya kami rencanakan pengembangan wisata untuk desa. Namun, hanya sampai pengadaan gazebo dan beberapa tempat kopi. Anggarannya dialihkan untuk penanganan Covid-19. Semoga saja pandemi Covid-19 ini lekas berlalu,” ujarnya. (mu/hn)