Suasana kampung Pesapen di Kelurahan Trajeng, Panggungrejo, yang di-lockdown mendadak sepi. Tak banyak warga yang beraktivitas di luar rumah. Dua gang ditutup selama dua pekan ke depan. Warga harus bersabar demi mencegah penyebaran virus korona meluas.
————————
PRIA paro baya itu dengan tenang mengendarai motornya. Di jok belakang ada boks berisi es krim. Dia melintas dari ujung gang di Jalan Kolonel Sugiono ketika hari menjelang siang.
Sesekali dia menengok kanan kiri. Berharap ada orang yang memanggil untuk membeli dagangannya. Hingga sekitar 10 meter dari ujung gang, belum juga ada pembeli.
Di simpang gang yang lebih sempit, dia membelokkan kemudi. Kembali melintas dengan tenang.
Seorang perempuan tua yang duduk di beranda rumah memanggilnya setengah berteriak. Pedagang itu pun berhenti. Namun, yang memanggilnya ternyata bukan untuk membeli dagangan.
Dia terlihat kebingungan ketika ibu-ibu yang memanggilnya memberi isyarat. Agar memutar balik motor ke arah semula. Pedagang itu mendongak. “Lockdown, Pak. Ditutup,” kata perempuan itu lantang.
Sembari memutarbalikkan motor, pedagang itu seolah ingin mendengar penjelasan sekali lagi. “Jalannya ditutup, kena korona,” ujar perempuan itu yang seketika dapat dimengerti si pedagang.
Suasana kampung Pesapen di Kelurahan Trajeng itu menjadi cukup sepi. Selain pedagang yang tak tahu penutupan gang, tidak ada lagi pengendara yang lalu lalang. Tidak juga tukang sayur yang biasanya keliling kampung saban pagi. Kecuali hanya warga setempat yang hendak keluar untuk keperluan mendesak. Setiap aktivitas warga yang akan keluar kampung, harus sepengetahuan pengurus RT dan RW.
Selain itu, warga diminta tak beranjak dari lingkungannya. Petugas gabungan dari kepolisian dan TNI berjaga di gang yang menjadi satu-satunya akses menuju kampung itu. Ada dua gang yang ditutup dengan anyaman bambu. Menyisakan satu gang di sisi timur.
Tidak banyak aktivitas warga di kawasan yang dikenal dengan kampung Pesapen itu. Anak-anak sebagian bermain layang-layang di jalan gang. Ibu-ibu mencari angin di beranda rumah.

“Paling jauh keluar ke sebelah rumah, belanja di warung,” kata Sunarti, seorang warga. Meski hanya duduk di beranda rumah, dia tetap memakai masker.
Kholili, warga RT 01/RW I sesekali keluar rumah mencari udara segar. Aktivitasnya sebagai kuli proyek sementara diliburkan. Dia bakal lebih sering berada di rumah selama dua pekan pembatasan mobilitas warga di dua kampung di Trajeng. Kholili memang jarang keluar kampung selain urusan pekerjaan.
“Kalau sekadar nongkrong di luar, saya hampir ndak pernah. Setelah kerja ya di rumah. Kalau sekarang kerjanya diliburkan ya di rumah terus,” katanya.
Kholili mengatakan, dia sempat waswas setelah munculnya klaster ziarah di kampungnya. Apalagi, dua anaknya juga ikut rombongan ziarah Wali Lima. Namun setelah diperiksa hasilnya negatif.
“Saya bersyukur. Jadi keluarga saya ndak termasuk yang di-tracing. Alhamdulillah,” ujarnya.
Meski baru dua hari diterapkan pembatasan, dia dan keluarganya tak ada yang keluar kampung. Kecuali anaknya yang bekerja di bengkel di kampung Tegal Pongo, Kelurahan Ngemplakrejo.
Sedangkan Kholili sendiri baru sekali keluar kampung. Karena harus menghadiri undangan wali murid di sekolah anaknya.
“Itu juga harus izin ke Pak RT dan Pak RW, kalau kegiatan seperti itu diperbolehkan. Tapi, diingatkan juga supaya pakai masker,” ungkap dia.
Kholili memang sempat tidak nyaman kampungnya di-lockdown. Sebab, keluarganya kini hanya bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan persediaan seadanya.
“Untungnya masih ada cadangan beras. Tapi untuk belanja harian bingung. Memang ada tabungan, tapi untuk dua minggu insyaallah ndak cukup,” jelasnya.
Meski begitu, dia menerima kenyataan ini harus dijalani. Demi keselamatan bersama. “Anggap saja cobaan,” pungkasnya. (tom/hn)