Juru air sebuah dam mungkin dipandang sebelah mata. Namun, profesi tersebut berisiko tinggi. Seperti Satro, 58, juru pengairan Dam Delapan atau Dam Pekalen. Puluhan tahun harus memastikan ketersediaan irigasi di lima kecamatan.
ACHMAD ARIANTO, Maron, Radar Bromo
SEORANG pria bertubuh dempal mengamati lingkungan sekitar. Sesekali memandang awan hitam di timur tempat dia berdiri. Saat itu, situasi langit sudah mendung dan hujan pun diprediksi akan turun.
Karena itu, perlahan dia berjalan mengecek delapan pintu intake dam. Setelah memastikan pintu intake bersih dari sampah dan debit air lancar, dia beranjak menuju kontrol panel pintu dam.
Itulah keseharian Satro, juru pengairan Dam Delapan atau Dam Pekalen, Desa Brabe, Kecamatan Maron. Usianya sudah tidak lagi muda. Namun, semangatnya masih membara.
Kelancaran irigasi peninggalan zaman Belanda itu pun harus dia pastikan benar-benar. Sebab, lengah sedikit saja, sebanyak 6.486 lahan pertanian dan perkebunan di Kecamatan Maron, Pajarakan, Banyuanyar, Gending, dan Tegalsiwalan akan terganggu.
“Beginilah tugasnya, tiap hari harus mengecek dan membersihkan pintu air. Terlihat sepele, namun tanggung jawab cukup tinggi,” katanya sambil membuka topi dan menyeka keringat.
Satro sendiri tak menyangka akan menghabiskan sebagian besar hidupnya sebagai juru pengairan Dam Pekalen. Dia mulai menggeluti pekerjaan tersebut saat masih berusia belasan tahun.
Saat itu, Satro membantu bapaknya yang menjadi juru pengairan Dam Pekalen. Hampir setiap hari ia ikut bapaknya membersihkan pintu air dari sampah bawaan banjir, batu besar, dan pohon hanyut.