Menjadi tahanan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) IIB Pasuruan tidak lantas membuat kreativitas Edi Siswanto stagnan. Sebaliknya, banyaknya waktu luang selama menjadi warga binaan, dimanfaatkannya untuk mengasah kemampuannya di bidang seni rupa.
FAHRIZAL FIRMANI, Purworejo
Dinding Lapas Klas IIB Pasuruan kini lebih berwarna. Beberapa sudut tembok kini lebih fresh dengan lukisan berestetika. Sejumlah pria tampak membuka sebuah kaleng cat berdiameter 20 sentimeter di dekat kakinya itu. Mereka lantas memasukkan sedikit isi kaleng cat lain ke dalam kaleng tersebut. Dengan menggunakan kuas kecil, kaleng cat itu diaduknya berulang kali.
Sejurus kemudian, pria yang mengenakan kaus bertuliskan WBP itu mengeluarkan kuas cukup besar yang memiliki panjang 30 sentimeter. Kuas itu dimasukkan ke dalam campuran kaleng cat. Dengan penuh hati-hati, pria yang diketahui bernama Edi Siswanto itu mulai menggoreskan kuas ke dinding yang ada di hadapannya.
Selang beberapa menit kemudian, ia pun berhasil menyelesaikan lukisan sebuah air terjun di dinding berukuran 2×2 meter. Kreativitas Edi Siswanto itulah yang membuat dinding lapas lebih indah dari sebelumnya. Lelah pun terbayar. Senyum mengembang terlihat dari bibir pria 43 tahun itu.
Ditemui Jawa Pos Radar Bromo, Edi -sapaan akrabnya- menyambut dengan akrab. Ia mengungkapkan, ketertarikannya pada mural berawal sejak ia masih duduk di bangku SMP. Saat itu, ia kerap melihat salah satu temannya membuat mural. Karena terkesan dengan seni goresan cat itu, Edi pun berusaha untuk belajar.
Dari sinilah, ia berhasil bergabung dengan Komunitas Pecinta Seni (Kompeni). Bakatnya pun mulai terasah. Ia pun mencoba segala jenis lukisan mural. Ketika itu yang pertama ia pelajari adalah lukisan pemandangan alam. “Saya masih duduk di kelas 2 SMP saat itu. Dinding kamar saya pun saya sulap menjadi media mural dadakan. Pertama yang saya lukis itu bukit,” jelasnya.
Pria kelahiran Desember 1975 ini mengaku, bakatnya dalam melukis mural ternyata diketahui oleh orang tuanya. Dari sinilah, bakatnya terus berkembang. Saat ada kegiatan dan perayaan di kampungnya, seperti HUT Kemerdekaan RI atau Hari Pahlawan, ia diminta untuk melukis dinding di kampungnya.
Ia menyebut, waktu untuk menyelesaikan mural berbeda-beda. Ini, bergantung pada tingkat kesulitan dan luas dinding yang digunakan. Untuk dinding berukuran 6×8 meter, ia membutuhkan waktu sekitar satu hari. Biasanya, untuk menyelesaikan satu mural, ia dibantu oleh tiga orang. Peran ketiga orang itu untuk mencampurkan warna yang dibutuhkan, serta menyelesaikan tahap akhir mempercantik lukisan.
“Kalau media dinding yang saya kerjakan cuma berukuran 2×2 meter, saya sendiri sudah cukup. Biasanya membutuhkan waktu hampir setengah hari. Di atas itu, ya saya harus dibantu,” jelasnya.
Pria asli Kecamatan Prambon, Kabupaten Sidoarjo, ini menjelaskan, dirinya mampu melukis semua jenis mural. Namun, yang paling disukainya adalah bio mekanik atau mesin suatu benda. Pasalnya, mural jenis ini terdiri dari tumpukan yang berlapis-lapis.
Saat harus menjalani hari-hari sebagai warga binaan, Edi pun berkeinginan tetap menyalurkan bakatnya itu. Bak gayung bersambut, pihak lapas memberikan kesempatan untuknya menekuni hobinya itu. Respons positif lapas itu, membuatnya senang.
Bahkan, ketika nantinya bebas, ia berniat untuk kembali menekuni profesinya. Yakni, melakukan grasir pada kaca untuk rumah. “Mural sangat mengasyikkan. Dalam mural, kita lebih ekspresif dan menjiwai dibanding lukisan kanvas,” jelas ayah dua orang putri ini.
Kasi Pembinaan Napi, Anak Didik, dan Kegiatan Kerja Lapas IIB Pasuruan Anggre Anandayu menyebut, pihaknya memberikan atensi jika memang ada warga binaan yang memiliki bakat. Salah satunya dengan memberikan ruang bagi mereka untuk berekspresi.
“Ini upaya kami agar mereka tidak kembali ke jalan yang salah. Kami juga rutin membantu dengan mengikutsertakan warga binaan yang memiliki bakat untuk ikut berbagai perlombaan,” jelasnya. (rf)