Griyo Melati dibentuk sebagai wadah untuk memberikan kesempatan bagi kaum disabilitas di Kota Pasuruan berkreasi. Melalui kelompok ini, mereka yang memiliki keterbatasan fisik ditempa agar percaya diri untuk menghasilkan karya yang baik. Bahkan, memiliki nilai ekonomis.
FAHRIZAL FIRMANI, Bugul Kidul, Radar Bromo
SEJUMLAH pria berada di sebuah ruangan berukuran 4 x 6 meter itu. Ada yang menggunting kertas dan ada pula yang menjahit. Di sekeliling mereka, beragam kerajinan tangan berjejer di rak besar. Semuanya disusun rapi.
Begitulah pemandangan di Griyo Melati setiap harinya. Lokasinya di Jalan Ir Juanda, Kelurahan Tapaan, Kecamatan Bugul Kidul, Kota Pasuruan. Tempat ini merupakan bentukan Pemkot Pasuruan melalui Bappemas pada 2009.
Saat itu, Bappemas membantuk Griyo Melati dan Griyo Pelangi. Griyo Melati beranggotakan mereka yang disabilitas. Sementara Griyo Pelangi sebaliknya.
Pembentukannya atas permintaan Pemprov Jatim. Dengan harapan, agar setiap kota ada perwakilan dua kelompok untuk mengembangkan ekonomi kreatif.
Griyo Melati pun saat itu menjadi salah satu kelompok yang diundang ke Pemprov. Dari undangan ini, setiap kelompok mendapatkan bantuan permodalan sebesar Rp 14,5 juta. Kebetulan waktu itu anggota Griyo Melati baru berjumlah 10 orang. Sehingga dibentuk kelompok usaha bersama.
“Pembentukan kelompok usaha bersama ini karena diajak kelompok yang juga dibentuk saat itu yaitu Griyo Pelangi. Ini sampai 2011. Setelah itu, Griyo Melati berdiri sendiri dan terpisah dari Griyo Pelangi,” ungkap Ketua Griyo Melati Muhammad Mabrur.
Ia menjelaskan, pertama kali berkarya bersama pada 2011. Saat itu, ia bersama anggota lainnya memutuskan membeli alat konveksi dan percetakan. Yaitu, komputer dan mesin jahit.