24.2 C
Probolinggo
Tuesday, March 21, 2023

Mengenal Majelis Taklim dan Salawat Syubbanul Muslimin

Tidak mudah mendakwahi anak muda yang setiap harinya bergelut dengan minuman keras. Butuh pendekatan yang berbeda agar mereka mau hadir dalam majelis taklim. Dan, itulah yang  berhasil dilakukan Majelis Taklim dan Salawat Syubbanul Muslimin.

———————

KH Hafidzul Hakiem Noer masih ingat betul memori sekitar 13 tahun silam. Saat itu, tahun 2005, dia baru pulang mondok dari Pondok Pesantren (Ponpes) Lirboyo, Kediri. Dia kaget, di lingkungan desanya yakni di Kecamatan Paiton, Kabupaten Probolinggo, ada sekelompok anak muda yang hobi mengonsumsi minuman keras.

“Saya melihat anak-anak muda yang mabuk-mabukan, mencuri, minim kegiatan positif,” cerita Gus Hafidz -sapaan akrabnya- saat ditemui kemarin. Lalu, dengan kenekatan khas anak muda, dia mencoba merintis majelis salawat. Gus Hafidz kemudian mengumpulkan sejumlah santri untuk bersalawat bersama.

Saat itu, dia pun memberanikan diri untuk mengundang ayahandanya, almarhum KH Nuruddin Musyiri yang tak lain adalah pengasuh Pesantren Nurul Qadim. “Abah waktu itu bertanya, majelis ini apa namanya? Saya bingung karena memang belum diberi nama,” ujar Gus Hafidz.

Hingga kemudian, KH Nuruddin Musyiri memberi nama Syubbanul Muslimin. Yang artinyaa para pemuda Islam. Pemberian nama itu membuat Gus Hafidz bangga bercampur haru. Hingga kemudian, nama itulah yang dipakai sampai saat ini.

Gus Hafidz memulai Majelis Syubbanul Muslimin nyaris dari nol dalam suasana penuh keterbatasan. Awalnya, mereka tak punya hadrah untuk mengiringi salawat. Mereka sama sekali tak dikenal. Jangan bayangkan penampilan awal mereka seperti saat ini. Dimana selalu dipenuhi belasan hingga puluhan ribu orang.

Baca Juga:  Dikarantina Covid, Bisa Daftar Pilkades Probolinggo, Ini Syaratnya

“Di awal lahirnya majelis ini, pesertanya hanya segelintir orang. Waktu itu kami hanya tampil dari rumah ke rumah. Hanya dilihat sedikit orang, paling banyak 40 orang,” ujarnya. Perlahan-lahan, nama Syubbanul Muslimin semakin dikenal. Sejumlah tetangga desa tertarik dengan penampilannya dan mengundang untuk bersalawat bersama.

“Desa sebelah melihat, kok sepertinya asyik acaranya. Akhirnya terus menyebar lagi ke desa sebelahnya. Itu terus menyebar. Alhamdulillah, kami bersyukur, sekarang Syubbanul Muslimin telah diberi nikmat kesempatan oleh Allah SWT untuk bersalawat di berbagai daerah, bahkan hingga ke luar pulau,” ujar Gus Hafidz.

Di antaranya, Hongkong, Taiwan, Malaysia, dan Singapura. Juga telah berdiri Syubban Lovers, kelompok pencinta Syubbanul Muslimin di 120 kabupaten/kota se-Indonesia. ”Ketika milad ke 13 Syubbanul Muslimin beberapa waktu lalu, sebanyak 1.500 perwakilan Syubban Lovers se-Indonesia berkumpul bersama di Probolinggo,” ujarnya.

Yang membanggakan, Gus Hafidz tak hanya merangkul para santri. Dia mengajak anak-anak muda yang sebelumnya suka mabuk-mabukan, berkelahi, atau mencuri. Meski demikian, saat awal pertama mengajak, tak mudah untuk meyakinkan anak-anak muda tersebut. Tapi, Gus Hafidz tak mau menyerah.

Saat awal Syubbanul Muslimin berdiri, anak-anak muda itu datang ke majelis dengan gaya slengean. Mereka memakai anting hingga berambut gondrong.

“Mereka mendengarkan ceramah dan bersalawat sambil merokok. Tapi, tak pernah saya tegur. Mau hadir ke majelis saja sudah Alhamdulillah, kan sebelumnya cuma mabuk-mabukan. Proses dakwah harus halus dan pelan. Target pertama saya cuma membuat mereka betah duduk berzikir dan bersalawat,” ujarnya.

Baca Juga:  Gaya Kade Devie, Eks Bintang FTV yang Kini Setia Temani Suami Bertugas sebagai Polisi

”Karena begitulah seharusnya dakwah ini digencarkan. Kita merangkul, bukan memukul,” imbuh Gus Hafidz. Dia bersyukur, saat ini sebanyak 350 anak muda, sebagian di antaranya adalah mereka yang dulu suka bermabuk ria, aktif bersalawat. Tiap pekan mereka mengiringi 5 ribu sampai 10 ribu jamaah yang bersalawat di tempat Syubbanul Muslimin.

“Itu bukan karena saya yang hebat bisa mengajak mereka, tapi karena barokahnya salawat, sehingga menggerakkan hati anak-anak muda menuju kebaikan,” jelasnya.

Sementara itu, Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Jatim Mufti Aimah Nurul Anam kagum dengan spirit Syubbanul Muslimin dalam memperjuangkan kebaikan. “Syubbanul Muslimin dan para kiai-kiai di seluruh daerah adalah teladan nyata pejuang kebaikan. Dari beliau-beliau kita mereguk sumber mata air kebaikan,” terangnya.

Pria yang akrab disapa Dokter Mufti ini kemudian memfasilitasi penyelenggaraan “Dokter Mufti Bersalawat”. Kegiatan itu akan digelar di Ponpes Bayt Al-Hikmah, Kota Pasuruan, Rabu (13/2). “Silakan siapa saja datang dan ikut bersalawat bersama para kiai Pasuruan dan Syubbanul Muslimin. Insya Allah berkah bagi kita semua,” jelasnya.

Lebih lanjut Mufti mengatakan, yang dilakukan Syubbanul Muslimin dengan mengajak anak-anak muda hobi bersalawat dari sebelumnya yang suka minuman keras, sangat positif. Majelis ini, menurut Mufti, punya kisah inspiratif sebagai pejuang kebaikan yang layak diteladani.

“Syubbanul Muslimin mewarnai kolam. Beliau masuk kolam yang mungkin keruh, lalu ikut membersihkannya pelan-pelan. Luar biasa,” kata Mufti yang pernah mondok di Pesantren Bumi Sholawat itu. (rf)

Tidak mudah mendakwahi anak muda yang setiap harinya bergelut dengan minuman keras. Butuh pendekatan yang berbeda agar mereka mau hadir dalam majelis taklim. Dan, itulah yang  berhasil dilakukan Majelis Taklim dan Salawat Syubbanul Muslimin.

———————

KH Hafidzul Hakiem Noer masih ingat betul memori sekitar 13 tahun silam. Saat itu, tahun 2005, dia baru pulang mondok dari Pondok Pesantren (Ponpes) Lirboyo, Kediri. Dia kaget, di lingkungan desanya yakni di Kecamatan Paiton, Kabupaten Probolinggo, ada sekelompok anak muda yang hobi mengonsumsi minuman keras.

“Saya melihat anak-anak muda yang mabuk-mabukan, mencuri, minim kegiatan positif,” cerita Gus Hafidz -sapaan akrabnya- saat ditemui kemarin. Lalu, dengan kenekatan khas anak muda, dia mencoba merintis majelis salawat. Gus Hafidz kemudian mengumpulkan sejumlah santri untuk bersalawat bersama.

Saat itu, dia pun memberanikan diri untuk mengundang ayahandanya, almarhum KH Nuruddin Musyiri yang tak lain adalah pengasuh Pesantren Nurul Qadim. “Abah waktu itu bertanya, majelis ini apa namanya? Saya bingung karena memang belum diberi nama,” ujar Gus Hafidz.

Hingga kemudian, KH Nuruddin Musyiri memberi nama Syubbanul Muslimin. Yang artinyaa para pemuda Islam. Pemberian nama itu membuat Gus Hafidz bangga bercampur haru. Hingga kemudian, nama itulah yang dipakai sampai saat ini.

Gus Hafidz memulai Majelis Syubbanul Muslimin nyaris dari nol dalam suasana penuh keterbatasan. Awalnya, mereka tak punya hadrah untuk mengiringi salawat. Mereka sama sekali tak dikenal. Jangan bayangkan penampilan awal mereka seperti saat ini. Dimana selalu dipenuhi belasan hingga puluhan ribu orang.

Baca Juga:  PPKM Diperpanjang, Operasi Yustisi di Kab Probolinggo Dikurangi

“Di awal lahirnya majelis ini, pesertanya hanya segelintir orang. Waktu itu kami hanya tampil dari rumah ke rumah. Hanya dilihat sedikit orang, paling banyak 40 orang,” ujarnya. Perlahan-lahan, nama Syubbanul Muslimin semakin dikenal. Sejumlah tetangga desa tertarik dengan penampilannya dan mengundang untuk bersalawat bersama.

“Desa sebelah melihat, kok sepertinya asyik acaranya. Akhirnya terus menyebar lagi ke desa sebelahnya. Itu terus menyebar. Alhamdulillah, kami bersyukur, sekarang Syubbanul Muslimin telah diberi nikmat kesempatan oleh Allah SWT untuk bersalawat di berbagai daerah, bahkan hingga ke luar pulau,” ujar Gus Hafidz.

Di antaranya, Hongkong, Taiwan, Malaysia, dan Singapura. Juga telah berdiri Syubban Lovers, kelompok pencinta Syubbanul Muslimin di 120 kabupaten/kota se-Indonesia. ”Ketika milad ke 13 Syubbanul Muslimin beberapa waktu lalu, sebanyak 1.500 perwakilan Syubban Lovers se-Indonesia berkumpul bersama di Probolinggo,” ujarnya.

Yang membanggakan, Gus Hafidz tak hanya merangkul para santri. Dia mengajak anak-anak muda yang sebelumnya suka mabuk-mabukan, berkelahi, atau mencuri. Meski demikian, saat awal pertama mengajak, tak mudah untuk meyakinkan anak-anak muda tersebut. Tapi, Gus Hafidz tak mau menyerah.

Saat awal Syubbanul Muslimin berdiri, anak-anak muda itu datang ke majelis dengan gaya slengean. Mereka memakai anting hingga berambut gondrong.

“Mereka mendengarkan ceramah dan bersalawat sambil merokok. Tapi, tak pernah saya tegur. Mau hadir ke majelis saja sudah Alhamdulillah, kan sebelumnya cuma mabuk-mabukan. Proses dakwah harus halus dan pelan. Target pertama saya cuma membuat mereka betah duduk berzikir dan bersalawat,” ujarnya.

Baca Juga:  Awal September Pajak Daerah Kab Probolinggo Lebihi Target

”Karena begitulah seharusnya dakwah ini digencarkan. Kita merangkul, bukan memukul,” imbuh Gus Hafidz. Dia bersyukur, saat ini sebanyak 350 anak muda, sebagian di antaranya adalah mereka yang dulu suka bermabuk ria, aktif bersalawat. Tiap pekan mereka mengiringi 5 ribu sampai 10 ribu jamaah yang bersalawat di tempat Syubbanul Muslimin.

“Itu bukan karena saya yang hebat bisa mengajak mereka, tapi karena barokahnya salawat, sehingga menggerakkan hati anak-anak muda menuju kebaikan,” jelasnya.

Sementara itu, Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Jatim Mufti Aimah Nurul Anam kagum dengan spirit Syubbanul Muslimin dalam memperjuangkan kebaikan. “Syubbanul Muslimin dan para kiai-kiai di seluruh daerah adalah teladan nyata pejuang kebaikan. Dari beliau-beliau kita mereguk sumber mata air kebaikan,” terangnya.

Pria yang akrab disapa Dokter Mufti ini kemudian memfasilitasi penyelenggaraan “Dokter Mufti Bersalawat”. Kegiatan itu akan digelar di Ponpes Bayt Al-Hikmah, Kota Pasuruan, Rabu (13/2). “Silakan siapa saja datang dan ikut bersalawat bersama para kiai Pasuruan dan Syubbanul Muslimin. Insya Allah berkah bagi kita semua,” jelasnya.

Lebih lanjut Mufti mengatakan, yang dilakukan Syubbanul Muslimin dengan mengajak anak-anak muda hobi bersalawat dari sebelumnya yang suka minuman keras, sangat positif. Majelis ini, menurut Mufti, punya kisah inspiratif sebagai pejuang kebaikan yang layak diteladani.

“Syubbanul Muslimin mewarnai kolam. Beliau masuk kolam yang mungkin keruh, lalu ikut membersihkannya pelan-pelan. Luar biasa,” kata Mufti yang pernah mondok di Pesantren Bumi Sholawat itu. (rf)

Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru