Isolasi di rusunawa fokus pada penyembuhan. Tiap saat ada dokter yang memeriksa pasien Covid-19. Selain mendapat obat-obatan dan vitamin, juga ada waktu berolahraga dan berjemur.
HA. SUYUTI, Probolinggo
RUSUNAWA Mayangan ini terletak di Jl. PPI Nomor 1, Kelurahan/ Kecamatan Mayangan, Kota Probolinggo. Untuk menuju ke sana tidak terlalu sulit.
Dari perempatan Flora, lurus ke utara. Sebelum pertigaan Pasar Kronong, sudah kelihatan dari jalan raya. Kalau dari arah selatan, di timur jalan terlihat bangunan tiga lantai menghadap selatan.
Rusunawa ini masih baru. Belum ditempati. Ketika ada Covid-19, jadi tempat isolasi. Lantai 1 digunakan untuk tenaga kesehatan dan tempat pemeriksaan swab PCR. Untuk pasien Covid-19, di lantai 2 dan 3.
Saya menempati kamar No. 35 di lantai 3. Tiap kamar terdiri 2 kamar tidur. Satu kamar tidur berisi satu tempat tidur besar. Satu kamar tidur lainnya, berisi satu tempat tidur susun untuk 2 orang. Selain itu, ada dapur, tempat mencuci, kamar mandi, dan ruang tamu. Kebetulan saya sekamar sendirian.
Sebelum masuk kamar, dicek suhu tubuh dan saturasi oksigen. Setelah itu, diberi obat sesuai rekomendasi dokter. Saya mendapat obat batuk dan penurun panas. Serta lima jenis vitamin. Minumnya ada yang sehari sekali, 2 kali sehari, dan 3 kali sehari. Karena tidak panas dan batuk, yang saya minum hanya vitaminnya saja.
23 Hari Hidup Bersama Virus Korona; Panas Tinggi-Berhalusinasi
Begitu masuk di rusunawa, saya langsung dimasukkan grup WhatsApp: Rumtin Rusunawa Mayangan. Pesan pertama yang saya terima tentang aturan selama tinggal di rusunawa. Misalnya, pasien akan tinggal di rusunawa sesuai tanggal swab PCR ditambah 14 hari. Hari ke-15 bisa pulang, selama tidak ada keluhan berdasarkan hasil pemeriksaan selama isolasi.
Selama di rusunawa, pasien mendapat makan tiga kali sehari. Makan pagi pukul 07.00, makan siang pukul 13.00, dan makan malam pukul 19.00. Menunya bervariasi. Tiap hari tidak sama.
“Kalau makannya seperti ini, pulang-pulang bisa gemuk. Apalagi tidak banyak gerak,” celetuk salah satu penghuni rusunawa yang menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) yang juga jadi penghuni sementara rusunawa itu.
Aturan lain, selama isolasi tidak boleh dijenguk. Selain itu, pasien bisa turun ke lantai 1, jika ada pemeriksaan dokter saja. Biasanya, dilanjutkan olahraga dan berjemur di halaman rusunawa.

Biar tidak bosan, penghuni rusunawa bisa ngobrol dengan yang lain. Biasanya di balkon lantai 2 sambil berjemur. Syaratnya, tetap jaga jarak dan bermasker.
Jika ada kiriman barang dari keluarga atau teman, tidak bisa langsung diberikan kepada penghuni rusunawa. Tapi, dititipkan petugas rusunawa. Jika ingin langsung diterima penghuni rusunawa, ada caranya.
Yakni, di balkon lantai 2 ada timba yang bisa dikerek. Barangnya ditaruh di timba, kemudian dikerek ke atas. Seperti orang menimba air.
Rata-rata yang tinggal di rusunawa sudah tidak ada keluhan. Kalau pun ada, tidak berat. Seperti saya. Panas, mual, dan diare, sudah sembuh saat pindah ke rusunawa.
Yang belum normal indra penciuman dan perasa.
Misalnya, seluruh masakan yang saya makan, berasa sop ayam. Makan sate, rasanya sop ayam. Lalapan lele, rasanya sop ayam.
Tapi jika keluhannya berat, biasanya dikembalikan ke rumah sakit untuk mendapat pengobatan. “Beberapa hari lalu ada yang sesak napas. Langsung dibawa ke rumah sakit,” kata salah satu penghuni yang bekerja di bengkel mobil.
Selama 10 hari diisolasi di rusunawa, saya gunakan untuk istirahat total. Tidak banyak kegiatan fisik. Termasuk aktivitas yang menguras pikiran.
Saya juga membatasi kontak dengan pihak luar dan baca medsos. Kecuali dengan keluarga. Untuk “membunuh” rasa bosan, biasanya saya video call istri dan anak-anak.
Mengawali pagi setelah salat Subuh, saya memperbanyak zikir kepada Allah SWT. Dilanjut dengan membaca Alquran. Minimal 1 hari 1 juz. Target, pulang dari rusunawa bisa khatam. Alhamdulillah tercapai.

Setelah itu, olahraga mandiri di lantai 3 atau berjemur di balkon lantai 2. Dilanjut sarapan. Sarapan diantar ke masing-masing kamar oleh petugas rusunawa.
Setelah sarapan, saya mengonsumsi vitamin dari tim Covid Rusunawa. Tidak lupa minum obat-obatan herbal. Seperti probiotik, habbatusaudah, lemon, madu, propolis, dan vitamin C.
23 Hari Hidup dengan Covid (2); Berdesir dengar Bunyi Tut Tut TutÂ
Malam hari tidak banyak kegiatan. Habis salat Magrib, membaca Alquran sambil menunggu makan malam. Dilanjut salat Isya. Kalau belum mengantuk, biasanya ngobrol sama penghuni rusunawa. Kalau capek, saya memilih tidur. Paling malam tidur pukul 21.00 WIB.
Waktu yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Masa isolasi saya berakhir, Selasa (21/12). Berarti bisa pulang keesokan harinya, Rabu (22/12).
Pagi itu, setelah salat Subuh saya siap-siap pulang. Baju dan lain-lain sudah dimasukkan tas. “Selamat berkumpul dengan keluarga, Pak,” kata penghuni rusunawa yang bekerja di salah satu perbankan.
Sesampai di lantai 1, saya dicegat petugas rusunawa. “Ini surat keterangan dari Dinkes. Dan ini surat dari rumah sakit,” katanya sambil menyerahkan 2 lembar kertas kepada saya.

Akhirnya saya dinyatakan “lulus”. Saya mendapat “ijazah” dari Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana Kota Probolinggo, yang menyatakan: Sehat. Rasanya plong. Mengingat perjuangan sejak dinyatakan positif Covid-19 sampai sembuh.
Saya pun menuruni tangga lantai 1 rusunawa menuju mobil yang menjemput. “Saya pamit duluan, Pak, Bu. Semangat ya! Semoga segera sembuh dan menyusul pulang juga,” teriak saya sambil melambaikan tangan kepada penghuni rusunawa yang ada di balkon lantai 2.
Sesampai di rumah, istri dan anak-anak sudah menunggu. Begitu pintu gerbang rumah dibuka, mereka langsung menghambur memeluk dan mencium saya. Selama 23 hari berpisah, membuat kami tidak bisa menahan diri untuk melepas rindu.
Kami pun sama-sama meneteskan air mata. Rasa khawatir berganti bahagia. Rasa cemas menjadi lega. Saya hanya bisa bersyukur kepada Allah SWT atas semua pertolongan-Nya hingga bisa sembuh dan berkumpul kembali dengan keluarga. (bersambung)