Lima tahun terakhir, Haji Mohamad Ilyas membudidayakan udang vaname. Meskipun belum lama, saat ini dia sudah bisa meraup pendapatan Rp 300 juta dalam sekali panen.
——————-
HM Ilyas ia biasa dipanggil. Perawakannya tinggi, berkulit sawo matang dan berambut pendek. Uban mulai tumbuh di kepalanya, sehingga rambunya pun bercorak hitam putih.
Penampilannya memang sederhana. Sehari-hari dia banyak menghabiskan waktu di tambak yang dikelolanya. “Ini baru dari tambak. Tadi ngecek kondisi tambak saja,” ujarnya sembari menawari minum.
Ilyas sebenarnya tidak sengaja menekuni budi daya udang vaname. Pada 2017, ia diajak Dinas Perikanan Kabupaten Pasuruan untuk mengikuti pelatihan budi daya udang vaname di Madura.
Saat itulah dia tertarik. Bukan karena budi dayanya. Tetapi, karena omzet yang cukup menggiurkan.
Namun, tidak mudah untuk memulai budi daya udang air tawar tersebut. Sebab, membutuhkan modal ratusan juta. Namun, berbekal tekad dan keyakinan, Ilyas pun mantap memulai bisnis tersebut.

Dia pun menyiapkan modal Rp 200 juta. Uang itu didapat dari menjual mobil pikap Gran Max miliknya yang laku hanya Rp 60 juta. Sisanya, ditambahi uang tabungan dia dan istrinya.
Dengan uang itu, Ilyas membuat dua petak budi daya. Ukurannya 20 meter kali 20 meter.
“Cukup. Itu sudah termasuk biaya operasionalnya,” ungkap pria yang memiliki tiga anak itu.
Yang melegakan, budi daya pertamanya itu bisa dikata berhasil. Mulai awal hingga panen tidak ada kendala. Bahkan, warga Desa Pateguran, Kecamatan Rejoso, Kabupaten Pasuruan, itu berhasil meraup untung sekitar Rp 180 juta.
Kuntungan itu didapat dari hasil panen 3 ton udang. Semuanya dipasarkan untuk memenuhi kebutuhan ekspor yang mayoritas ke Eropa.
“Alhamdulillah berhasil. Tidak ada kerugian. Kalo modal ya belum balik di awal. Karena memang untuk biaya konstruksi kan tidak terpenuhi,” jelasnya.
Kini, ia telah memiliki 4 petak tambak. Ditambah usaha bersama petani tambak sebanyak 9 petak. Juga ia dipercaya oleh investor untuk mengelola puluhan petak tambak.
Total, ia kini mengelola 76 petak tambak. Dari situ, dia bisa mendapat penghasilan Rp 300 juta setiap kali panen atau setiap tiga bulan.
“Kalau investor itu pembagiannya per panen. Dari tambak yang saya kelola saya mendapatkan sekitar empat persennya. Kalau di total seluruhnya sekitar Rp 300 juta,” kata pria yang sudah menjadi kakek dari dua cucu itu.
Meskipun begitu, menjadi pembudi daya udang vaname tidaklah mudah. Lebih mudah budi daya bandeng dan ikan lain.
Budi daya vaname harus sesuai kebutuhan ikan. Mulai jumlah air, kadar garam, pH, bahkan juga makanannya. Belum lagi, virus yang mengancam keberlangsungan hidup ikan.
“Ada dua jenis virus. Pertama, virus vibrio. Virus jenis ini masih bisa diatasi. Kedua, virus WS yang jika terkena usia berapa pun ikan harus dipanen,” tuturnya.
Ilyas sendiri dua kali mengalami kerugian akibat udangnya terserang virus. Terakhir, pada akhir 2020. Ia mengalami kerugian sekitar Rp 100–Rp 500 juta dari semua tambak yang dikelolanya.
“Penyebabnya karena cuaca yang tidak bersahabat. Akhirnya udang tidak sehat. Saya sendiri rugi Rp 100 juta. Sedangkan investor yang saya tangani rugi sekitar Rp 500 juta,” jelasnya.
Beberapa hari ke depan, ia diundang menjadi narasumber di salah satu hotel di Kota Pasuruan. Dia diminta menceritakan kisah suksesnya.
Katanya, presentasi itu juga untuk menggaet investor agar tertarik berinvestasi di Kabupaten Pasuruan. Dan yang menjadi pengelola investasi itu nantinya ia sendiri.
“Saya nanti yang berperan. Ini sudah ada kerja sama dengan Dinas Perikanan dan Kementerian Perikanan,” tandasnya. (sid/fun)