24.6 C
Probolinggo
Thursday, June 1, 2023

Inilah Supangkat, Dalang yang Meraih Penghargaan Maestro Seni Tradisi dari Mendikbud

Usianya sudah 82 tahun, namun Supangkat masih aktif berkarya sebagai dalang. Pada 26 September lalu, dalang kondang asal Kabupaten Pasuruan itu diganjar penghargaan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.

RIZAL FAHMI SYATORI, Pandaan

Kepalanya memakai blangkon dan kacamata terus melekat. Tutur gaya bicaranya masih sama seperti yang dahulu. Selalu bersemangat. Apalagi jika ditanya tentang seni dan budaya.

DITANDATANGANI MENTERI: Piagam yang diterima Supangkat. (Rizal F. Syatori/Jawa Pos Radar Bromo)

Gayanya kian bersemangat saat Jawa Pos Radar Bromo menanyakan soal raihan penghargaan yang baru saja diraihnya pada 26 September lalu. Saat Supangkat diundang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI untuk menerima penghargaan.

Saat itu, ada 51 seniman yang diundang Kemendikbud RI. Salah satu penerimanya terdapat nama Supangkat. Dalang kondang asal Dusun Kemisik, Desa Sumbergedang, Kecamatan Pandaan

Di penghargaan itu, Supangkat diganjar penghargaan kategori maestro seni tradisi. Sebuah penghargaan yang diberikan atas dedikasi dan pengabdiannya sebagai dalang wayang Jawa Timur.

“Khusus kategori ini ada lima orang, salah satunya adalah saya sebagai penerima penghargaannya,” cetus Supangkat, ditemui media ini di rumahnya, Minggu (30/9). Selain piagam penghargaan, dirinya juga mendapat peniti emas. Serta, uang pembinaan langsung dari Mendikbud.

Penghargaan ini ia dapatkan tak asal tunjuk saja. Tapi, melalui proses. Salah satunya survei dan penilaian langsung tim dari Kemendikbud. Sebelumnya, ada tim dari Kemendikbud yang datang dan menemuinya. Supangkat diwawancarai di rumahnya pada 24 Juli lalu. Hingga akhirnya Supangkat memang menerima penghargaan tersebut.

Baca Juga:  Rencana Pendirian SMP Baru di Kademangan Masih Terganjal Ini

Supangkat merasa bangga atas penghargaan itu. “Ini, patut saya syukuri dan merupakan penghargaan tertinggi yang pernah saya dapatkan. Sebelumnya dari bupati, gubernur sudah pernah atas dedikasi saya sebagai dalang,” ujar bapak empat orang anak ini.

Kemampuannya sebagai dalang, sudah tak diragukan lagi. Semenjak dahulu hingga saat ini, sudah tak terhitung tampil melakukan pementasan wayang kulit dengan dirinya sebagai dalang.

Biasanya dia mengisi acara hajatan, sedekah desa, ruwatan, dan masih banyak lainnya. Jangkauannya tak hanya di Pasuruan. Melainkan hingga ke Surabaya, Sidoarjo, Mojokerto, Malang. Bahkan 2014 lalu, pernah tampil di TMII Jakarta.

Selama ini, Supangkat dikenal dengan gaya Sabetan Gagrak Porongan. Dalam menyajikan lakon, ia konsisten menyajikan lakon secara utuh. Lalu untuk bahasanya, menggunakan bahasa Suroboyoan, dialek khas Jawa Timuran.

“Bagi saya, wayang tidak dapat dicampur dengan campur sari atau lainnya. Jalan ceritanya harus runtut dan lengkap, sesuai pakem,” tegas suami almarhuma Suciati.

Kemampuannya menjadi dalang dilaluinya penuh liku dan panjang. Di usianya 14 tahun, sudah nyantrik atau berguru sepenuhnya ke dalang H. Suwoto Ghojali asal Porong, Sidoarjo. Empat tahun kemudian setelah dirasa cukup nyantrik, ia putuskan menjadi dalang hingga eksis sampai dengan sekarang.

“Dalang adalah profesi saya, dari sini saya bisa menghidupi keluarga serta membiayai sekolah anak-anak,” kata lelaki yang akrab disapa Pangkat tersebut.

Menjadi seorang dalang, suka-duka banyak ia alami. Semuanya ditanggapinya dengan wajar dan sudah menjadi sebuah risiko harus dihadapi. Dia pun menceritakan sisi duka, semisal saat turun hujan. Saat musim hujan, umumnya sepi tanggapan. Sementara kesenangannya, dalang itu bisa menghibur orang sekaligus memberi petuah dan nasihat.

Baca Juga:  Cerita Pegolf Muda Pandaan Raih 4 Trofi Turnamen Golf Jr di USA

Dalam tiap pementasan wayang, ia tergabung dengan grup kerawitan Krido Pamor. Grup itu merupakan miliknya sendiri.

“Saat muda dulu, pernah mentas tiap hari selama tiga bulan berturut-turut. Hanya libur sekali. Bisa dibayangkan capeknya,” katanya.

Meskipun di usianya yang bisa dikategorikan lanjut, Supangkat tetap memilih menjadi seorang dalang. Hanya saja job atau order pementasannya tak seramai dulu.

Supangkat mengaku lelah memang risiko yang pasti dihadapinya. Namun, di usianya yang semakin tua, justru Supangkat mengaku semakin matang.

“Kalau ingin sukses jadi dalang kuncinya ada dua, yakni betah melek dan betah luweh,” bebernya memberi petuah.

Sementara itu, di mata keluarga atau anak-anaknya, Supangkat tidak hanya sekadar pemimpin keluarga. Tapi, juga sosok teladan, kemudian disiplin dan tegas.

“Bapak orangnya disiplin dan tepat waktu. Ini, berlaku di keluarga, juga saat pementasan wayang. Beliau sangat konsisten,” kata Bambang Pinuji, 44, anak keduanya.

Saat melakukan pementasan wayang, tak jarang Supangkat juga sering mengajak kedua putranya tampil membantu meladeni atau sebagai asistennya. “Kami di keluarga bangga dengan profesi bapak. Kemampuan menjadi dalang tidak menurun pada kedua putranya. Tapi, ke putra menantu ke tiganya,” ucap Bambang. (fun)

Usianya sudah 82 tahun, namun Supangkat masih aktif berkarya sebagai dalang. Pada 26 September lalu, dalang kondang asal Kabupaten Pasuruan itu diganjar penghargaan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.

RIZAL FAHMI SYATORI, Pandaan

Kepalanya memakai blangkon dan kacamata terus melekat. Tutur gaya bicaranya masih sama seperti yang dahulu. Selalu bersemangat. Apalagi jika ditanya tentang seni dan budaya.

DITANDATANGANI MENTERI: Piagam yang diterima Supangkat. (Rizal F. Syatori/Jawa Pos Radar Bromo)

Gayanya kian bersemangat saat Jawa Pos Radar Bromo menanyakan soal raihan penghargaan yang baru saja diraihnya pada 26 September lalu. Saat Supangkat diundang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI untuk menerima penghargaan.

Saat itu, ada 51 seniman yang diundang Kemendikbud RI. Salah satu penerimanya terdapat nama Supangkat. Dalang kondang asal Dusun Kemisik, Desa Sumbergedang, Kecamatan Pandaan

Di penghargaan itu, Supangkat diganjar penghargaan kategori maestro seni tradisi. Sebuah penghargaan yang diberikan atas dedikasi dan pengabdiannya sebagai dalang wayang Jawa Timur.

“Khusus kategori ini ada lima orang, salah satunya adalah saya sebagai penerima penghargaannya,” cetus Supangkat, ditemui media ini di rumahnya, Minggu (30/9). Selain piagam penghargaan, dirinya juga mendapat peniti emas. Serta, uang pembinaan langsung dari Mendikbud.

Penghargaan ini ia dapatkan tak asal tunjuk saja. Tapi, melalui proses. Salah satunya survei dan penilaian langsung tim dari Kemendikbud. Sebelumnya, ada tim dari Kemendikbud yang datang dan menemuinya. Supangkat diwawancarai di rumahnya pada 24 Juli lalu. Hingga akhirnya Supangkat memang menerima penghargaan tersebut.

Baca Juga:  Polisi Duga Pencuri di Masjid Cheng Hoo Pemain Lama

Supangkat merasa bangga atas penghargaan itu. “Ini, patut saya syukuri dan merupakan penghargaan tertinggi yang pernah saya dapatkan. Sebelumnya dari bupati, gubernur sudah pernah atas dedikasi saya sebagai dalang,” ujar bapak empat orang anak ini.

Kemampuannya sebagai dalang, sudah tak diragukan lagi. Semenjak dahulu hingga saat ini, sudah tak terhitung tampil melakukan pementasan wayang kulit dengan dirinya sebagai dalang.

Biasanya dia mengisi acara hajatan, sedekah desa, ruwatan, dan masih banyak lainnya. Jangkauannya tak hanya di Pasuruan. Melainkan hingga ke Surabaya, Sidoarjo, Mojokerto, Malang. Bahkan 2014 lalu, pernah tampil di TMII Jakarta.

Selama ini, Supangkat dikenal dengan gaya Sabetan Gagrak Porongan. Dalam menyajikan lakon, ia konsisten menyajikan lakon secara utuh. Lalu untuk bahasanya, menggunakan bahasa Suroboyoan, dialek khas Jawa Timuran.

“Bagi saya, wayang tidak dapat dicampur dengan campur sari atau lainnya. Jalan ceritanya harus runtut dan lengkap, sesuai pakem,” tegas suami almarhuma Suciati.

Kemampuannya menjadi dalang dilaluinya penuh liku dan panjang. Di usianya 14 tahun, sudah nyantrik atau berguru sepenuhnya ke dalang H. Suwoto Ghojali asal Porong, Sidoarjo. Empat tahun kemudian setelah dirasa cukup nyantrik, ia putuskan menjadi dalang hingga eksis sampai dengan sekarang.

“Dalang adalah profesi saya, dari sini saya bisa menghidupi keluarga serta membiayai sekolah anak-anak,” kata lelaki yang akrab disapa Pangkat tersebut.

Menjadi seorang dalang, suka-duka banyak ia alami. Semuanya ditanggapinya dengan wajar dan sudah menjadi sebuah risiko harus dihadapi. Dia pun menceritakan sisi duka, semisal saat turun hujan. Saat musim hujan, umumnya sepi tanggapan. Sementara kesenangannya, dalang itu bisa menghibur orang sekaligus memberi petuah dan nasihat.

Baca Juga:  Mengintip Aktivitas Seniman Mengajar Kemendikbud di Lereng Bromo

Dalam tiap pementasan wayang, ia tergabung dengan grup kerawitan Krido Pamor. Grup itu merupakan miliknya sendiri.

“Saat muda dulu, pernah mentas tiap hari selama tiga bulan berturut-turut. Hanya libur sekali. Bisa dibayangkan capeknya,” katanya.

Meskipun di usianya yang bisa dikategorikan lanjut, Supangkat tetap memilih menjadi seorang dalang. Hanya saja job atau order pementasannya tak seramai dulu.

Supangkat mengaku lelah memang risiko yang pasti dihadapinya. Namun, di usianya yang semakin tua, justru Supangkat mengaku semakin matang.

“Kalau ingin sukses jadi dalang kuncinya ada dua, yakni betah melek dan betah luweh,” bebernya memberi petuah.

Sementara itu, di mata keluarga atau anak-anaknya, Supangkat tidak hanya sekadar pemimpin keluarga. Tapi, juga sosok teladan, kemudian disiplin dan tegas.

“Bapak orangnya disiplin dan tepat waktu. Ini, berlaku di keluarga, juga saat pementasan wayang. Beliau sangat konsisten,” kata Bambang Pinuji, 44, anak keduanya.

Saat melakukan pementasan wayang, tak jarang Supangkat juga sering mengajak kedua putranya tampil membantu meladeni atau sebagai asistennya. “Kami di keluarga bangga dengan profesi bapak. Kemampuan menjadi dalang tidak menurun pada kedua putranya. Tapi, ke putra menantu ke tiganya,” ucap Bambang. (fun)

Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru