Alun-alun Pasuruan; dari Pusat Latihan Perang hingga Rekreasi Keluarga
DULU: Bung Karno saat berpidato dalam upacara peringatan Kemerdekaaan RI pada 1950 di Alun-alun Kota Pasuruan. Dan suasana Alun-alun tahun 1957. (Istimewa)
BILA menilik sejarahnya, alun-alun sangat mungkin sudah ada sejak zaman pra kolonial. Tepatnya semasa kepulauan Nusantara masih terkotak-kotak dalam bentuk kerajaan. Dan, Alun-alun Kota Pasuruan juga sangat mungkin sudah melalui tiga masa sekaligus: prakolonial, kolonial, dan pascakolonial.
Konon, dulunya alun-alun menjadi tempat yang paling penting dalam suatu daerah. Yang utama, difungsikan menjadi pusat latihan perang bala pasukan kerajaan. Karenanya, bentuk alun-alun pada masa itu sangat berbeda dengan sekarang. Hanya sebuah lahan lapang yang berada di pusat pemerintahan.
Namun, memang tidak ada literatur yang secara khusus menceritakan kondisi Alun-alun Kota Pasuruan pada masa itu. Baru pada masa kekuasaan Bupati Pasuruan Nitiadiningrat I, di sebelah barat alun-alun itu dibangun Masjid Agung Al-Anwar. Masjid itu dibangun oleh Mbah Slagah atas permintaan Nitiadiningrat I.
RAMAH WARGA: Alun-alun Kota Pasuruan sekarang menjadi tempat wisata yang nyaman bagi wisatawan maupun warga kota sendiri. (Mokhamad Zubaidillah/Radar Bromo)
Selepas itu, alun-alun menjadi kawasan ruang sipil. Terkadang menjadi tempat diselenggarakannya sayembara. Sesekali juga menjadi tempat upacara perayaan bagi masyarakat. Bahkan, pemerhati sejarah Budiman Suharjono menyebut pada 1929, alun-alun sudah menjadi pusat keramaian. Saat itu digelar pasar malam yang dinamakan Pasar Malem Tiong Hwa Hwee Kwan.
”Kemungkinan berlokasi di Alun-Alun Kota Pasuruan karena desain pintu gerbangnya sangat mirip dengan desain yang ada di alun-alun,” kata Budiman.
BILA menilik sejarahnya, alun-alun sangat mungkin sudah ada sejak zaman pra kolonial. Tepatnya semasa kepulauan Nusantara masih terkotak-kotak dalam bentuk kerajaan. Dan, Alun-alun Kota Pasuruan juga sangat mungkin sudah melalui tiga masa sekaligus: prakolonial, kolonial, dan pascakolonial.
Konon, dulunya alun-alun menjadi tempat yang paling penting dalam suatu daerah. Yang utama, difungsikan menjadi pusat latihan perang bala pasukan kerajaan. Karenanya, bentuk alun-alun pada masa itu sangat berbeda dengan sekarang. Hanya sebuah lahan lapang yang berada di pusat pemerintahan.
Namun, memang tidak ada literatur yang secara khusus menceritakan kondisi Alun-alun Kota Pasuruan pada masa itu. Baru pada masa kekuasaan Bupati Pasuruan Nitiadiningrat I, di sebelah barat alun-alun itu dibangun Masjid Agung Al-Anwar. Masjid itu dibangun oleh Mbah Slagah atas permintaan Nitiadiningrat I.
RAMAH WARGA: Alun-alun Kota Pasuruan sekarang menjadi tempat wisata yang nyaman bagi wisatawan maupun warga kota sendiri. (Mokhamad Zubaidillah/Radar Bromo)
Selepas itu, alun-alun menjadi kawasan ruang sipil. Terkadang menjadi tempat diselenggarakannya sayembara. Sesekali juga menjadi tempat upacara perayaan bagi masyarakat. Bahkan, pemerhati sejarah Budiman Suharjono menyebut pada 1929, alun-alun sudah menjadi pusat keramaian. Saat itu digelar pasar malam yang dinamakan Pasar Malem Tiong Hwa Hwee Kwan.
”Kemungkinan berlokasi di Alun-Alun Kota Pasuruan karena desain pintu gerbangnya sangat mirip dengan desain yang ada di alun-alun,” kata Budiman.