KRAKSAAN, Radar Bromo – Sekitar 40 ribu lebih pelaku UMKM di Kabupaten Probolinggo yang terima BLT (Bantuan Langsung Tunai). Bantuan yang besarannya Rp 2,4 juta tersebut, diharapkan membuat UMKM menjadi pendorong untuk pemulihan ekonomi nasional (PEN).
Kepala Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Proboilnggo, Anung Windarto mengatakan, secara bertahap dan terus berkelanjutan, pencairan BLT untuk pelaku UMKM. Di Kabupaten Probolinggo sendiri, sudah ada sekitar 40 ribu lebih pelaku UMKM yang terima BLT dari pusat. Dengan begitu, UMKM di tengah pandemi covid-19 dapat bertahan dan bisa bangkitkan perekonomian nasional.
”UMKM menjadi tombak untuk memulihkan ekonomi dampak pandemi Covid-19. Di Kabupaten Probolinggo, dari 60 ribu lebih pelaku UMKM, hampir semua pelaku UMKM yang diajukan ke pusat, telah terima BLT. Selain itu, kami terus dorong UMKM di Kabupaten Probolinggo untuk dapat memulihkan perekonomian,” katanya pada Jawa Pos Radar Bromo kemarin.
Anung meberi contoh seperti di Desa Tambak Ukir yang masuk indeks desa membangun (IDM) desa tertinggal. Desa ini memiliki potensi untuk mengaktifkan UMKM. Dengan hasil bumi kolang-kaling yang selama ini tidak pernah dimanfaatkan, ternyata bisa dioleh menjadi produk UMKM.
Beberapa waktu lalu pihaknya mendatangkan tim dari Universitas Brawijaya untuk berikan pembekalan mengolah buah kolang-kaling menjadi macam-macam produk olahan UMKM. Sehingga, perekonomian terangkat dan tidak lagi status sebagai desa tertinggal.
”Selama ini, buah pohon kolang-kaling di Desa Tambak Ukir melimpah, tapi dibuang begitu saja, tidak dimanfaatkan. Warga masih berpikir, khawatir keracunan memakan buah kolang-kaling itu. Padahal kolang-kaling bisa diolah kerupuk kolang-kaling, selai, sirup, dodol dan manisan,” ungkapnya.
Muhammad Efendi, warga Desa Tambak Ukir mengatakan, banyak pohon kolang-kaling di desanya. Selama ini, kolang-kaling dibuang begitu saja. Dirinya baru menyadari, kolang-kaling bisa dijadikan olahan macam produk. Nantinya, kolang-kaling bisa menjadi bahan produk UMKM dirinya dan warga lainnya di Desa Tambak Ukir.
”Selama ini, kami takut mau makan karena takut keracunan. Karena memang tidak pernah dimakan atau tidak tahu cara mengolahnya,” ungkapnya. (mas/fun)