MAYANGAN, Radar Bromo – Angka stunting di Kota Probolinggo masih cukup tinggi. Bahkan, berdasarkan Studi Suvei Gizi Indonesia (SSGI) pada 2022 meningkat 4,3 persen. Menjadi 23,3 persen. Padahal, tahun sebelumnya hanya di 19 persen. Angka ini masih di atas target stunting nasional.
Namun, angka stunting berdasarkan SSGI ini berbeda dengan data Elektronik-Pencacatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (EPPBGM). Dari data EPPBGM, kondisi stunting di Kota Probolinggo tahun 2022 hanya 12,3 persen.
Hal itu terungkap saat Forkopimda Kota Probolinggo mengikuti road show daring yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI Muhajir Effendy, beberapa hari lalu.
Plt Kepala Dinas Kesehatan, Pemberdayaan Perempuan, dan Keluarga Berencana (Dinkes PPKB) Kota Probolinggo Nurul Hasanah Hidayati mengatakan, stunting diukur melalui SSGI dan EPPBGM ada perbedaan.
“Memang ada selisih. Namun, seperti yang dikatakan Wakil Gubernur Pak Emil, kita jangan lihat selisih tersebut. Tetapi, tetap mengupayakan bagaimana penanggulangan stunting pada balita itu tadi,” ujarnya.
Ida mengatakan, audit kasus stunting merupakan identifikasi dan penyebab risiko pada kelompok sasaran berbasis surveyor, rutin, atau sumber data lainnya. Tahun 2023 prevalensi stunting ditargetkan sebesar 13,8 persen. “Tentunya ini membutuhkan upaya-upaya percepatan untuk penurunan kasus stunting,” katanya.
Identifikasi rasio pada audit kasus stunting yang dilakukan, kata Ida, adalah menemukan atau mengetahui risiko-risiko potensial penyebab langsung. Misalnya, asupan tidak kuat dan penyakit infeksi. Ada juga penyebab tidak langsung terjadinya stunting, seperti pada calon pengantin, ibu hamil, dan pascamelahirkan.