BANGIL, Radar Bromo – Perwakilan dari Kolatmar TNI AL Grati Letnan Setyono dalam hearing itu mengaku tak bisa memberikan keputusan atas persoalan dan permintaan warga. Karena sebagai petugas lapangan, pihaknya hanya menjalankan tugas pokok dan fungsi yang diberikan pimpinan.
Namun, dia menegaskan, selama tidak ada tindakan yang menghalang-halangi warga dalam aktivitas pembangunan. Selama pembangunan tersebut disertai izin dari pihak terkait. Serta, pembangunan yang dilakukan tidak permanen, lantaran kawasan setempat bagaimanapun berstatus hankam.
“Kalau ada miskomunikasi, kami mohon ada koordinasi sebaik-baiknya. Supaya ada kesinambungan dan kerukunan antara TNI dengan masyarakat,” ulasnya.
Pihaknya pun meyakinkan akan menyampaikan segala unek-unek warga tersebut kepada pimpinannya. Supaya ada kebijakan yang bisa diambil.
“Seperti larangan latihan berskala besar akan kami sampaikan ke pimpinan,” imbuhnya.
Dia menegaskan, sebenarnya TNI AL juga sudah menyiapkan lahan untuk relokasi warga. Bahkan, luasnya mencapai 379 hektare. Hanya saja, hal itu merupakan kewenangan pimpinan.
Pihaknya juga memberikan saran kepada warga agar tidak bertindak sendiri-sendiri apabila ada hal-hal kebijakan TNI AL yang dilakukan di lapangan. “Kami juga menginginkan kondusivitas. Makanya, kalau ada persoalan di lapangan bisa dikoordinasikan supaya semuanya lancar,” pintanya.

Di sisi lain, Sekda Kabupaten Pasuruan Anang Saiful Wijaya menguraikan, konflik agraria memang menjadi pekerjaan rumah terbesar dalam penanganan persoalan di kawasan TNI AL. Pemkab diklaimnya tidak jemu-jemunya melakukan langkah.
Berbagai upaya telah dilakukan Pemkab. Karena, konflik ini berkaitan dengan kehidupan 67 ribu masyarakat yang ada di 10 desa yang ada di Nguling dan Lekok.
Mulai minta solusi ke Pemprov Jatim, hingga ke pemerintah pusat. Namun diakuinya, belum membuahkan hasil yang signifikan untuk penyelesaian konflik tersebut.
Ia pun mengakui, beberapa kondisi sempat membelenggu. Seperti soal identitas. Namun, saat ini hak tersebut sudah bisa didapatkan. “Buktinya, KK juga akhirnya bisa kami berikan,” ulasnya.
Menurut Anang, Pemkab terus berusaha agar konflik agraria itu bisa diakhiri. Supaya, masyarakat setempat bisa hidup dengan normal. Berkaitan dengan Perda tentang RTRW, memang dalam proses perubahan. Dan hal ini membutuhkan pembahasan.
“Tentang petanya bagaimana ini merupakan tanggung jawab bersama. Karena, perda tersebut adalah produk eksekutif dan legislatif. Pada intinya pemerintah daerah siap dan senang hati menyelesaikan masalah ini,” bebernya. (one/hn)