24.4 C
Probolinggo
Friday, March 31, 2023

Jumlah Kasus Kekerasan Anak di Kab Pasuruan Makin Tinggi

BANGIL, Radar Bromo – Predikat Kabupaten Layak Anak bagi Kabupaten Pasuruan, patut dievaluasi. Sebab, kasus kekerasan anak dan perempuan yang terjadi di Kabupaten Pasuruan masih tinggi.

Sepanjang 2020, ada 22 kasus kekerasan anak dan perempuan yang terjadi. Belum lagi tahun 2021. Hingga Juni 2021 saja, sudah ada 20 kasus kekerasan anak dan perempuan yang dilaporkan ke Dinas KBPP Kabupaten Pasuruan.

Kepala Dinas KBPP Kabupaten Pasuruan Loembini Pedjati Lajoeng mengungkapkan, kekerasan anak dan perempuan memang cukup tinggi di tengah pandemi. Kondisi itu diklaimnya tidak hanya terjadi di Kabupaten Pasuruan. Tetapi juga daerah lain.

“Hampir semua daerah juga mengalami hal serupa. Kasus demi kasus kekerasan anak dan perempuan menanjak di tengah pandemi,” ujarnya.

Baca Juga:  Kab Pasuruan Masuk Kategori Darurat Kekerasan Anak, LPA Sudah Terima 7 Laporan

Hingga Juni 2021 misalnya, diakuinya ada 20 kasus. Padahal, sepanjang 2020 hanya ada 22 kasus. Artinya, jumlah kasus kekerasan anak dan perempuan yang terjadi di tahun ini, bisa saja terus bertambah.

Itu pun hanya yang dilaporkan ke Dinas KBPP Kabupaten Pasuruan. Belum kasus-kasus yang bisa jadi tidak dilaporkan.

“Jumlah kasus yang ada tersebut baru yang terlaporkan ke kami. Jadi, bisa saja jumlahnya lebih tinggi,” imbuhnya.

Ia menegaskan, pandemi menjadi salah satu faktor yang memungkinkan kekerasan terhadap anak dan perempuan terjadi. Banyaknya aktivitas di rumah, menjadi salah satu pemicunya.

“Dan yang perlu digarisbawahi, tingginya kasus kekerasan tersebut bukan hanya terjadi di Kabupaten Pasuruan. Tetapi juga di daerah lain,” bebernya.

Baca Juga:  Polisi Masih Buru Ayah Tiri yang Hamili Anaknya

Berbagai cara dilakukan untuk mencegah kekerasan terhadap anak dan perempuan. Selain sosialisasi juga keterlibatan pihak-pihak terkait untuk memberikan pendampingan.

“Jadi, persoalan kekerasan anak dan perempuan ini tidak bisa kami tangani sendiri. Perlu keterlibatan banyak pihak. Baik dari pihak keluarga, tokoh agama, hingga yang lain,” timpalnya. (one/hn)

BANGIL, Radar Bromo – Predikat Kabupaten Layak Anak bagi Kabupaten Pasuruan, patut dievaluasi. Sebab, kasus kekerasan anak dan perempuan yang terjadi di Kabupaten Pasuruan masih tinggi.

Sepanjang 2020, ada 22 kasus kekerasan anak dan perempuan yang terjadi. Belum lagi tahun 2021. Hingga Juni 2021 saja, sudah ada 20 kasus kekerasan anak dan perempuan yang dilaporkan ke Dinas KBPP Kabupaten Pasuruan.

Kepala Dinas KBPP Kabupaten Pasuruan Loembini Pedjati Lajoeng mengungkapkan, kekerasan anak dan perempuan memang cukup tinggi di tengah pandemi. Kondisi itu diklaimnya tidak hanya terjadi di Kabupaten Pasuruan. Tetapi juga daerah lain.

“Hampir semua daerah juga mengalami hal serupa. Kasus demi kasus kekerasan anak dan perempuan menanjak di tengah pandemi,” ujarnya.

Baca Juga:  Ayah Tiri yang Hamili Anaknya hingga Melahirkan Bisa Dikenai UU Perlindungan Anak

Hingga Juni 2021 misalnya, diakuinya ada 20 kasus. Padahal, sepanjang 2020 hanya ada 22 kasus. Artinya, jumlah kasus kekerasan anak dan perempuan yang terjadi di tahun ini, bisa saja terus bertambah.

Itu pun hanya yang dilaporkan ke Dinas KBPP Kabupaten Pasuruan. Belum kasus-kasus yang bisa jadi tidak dilaporkan.

“Jumlah kasus yang ada tersebut baru yang terlaporkan ke kami. Jadi, bisa saja jumlahnya lebih tinggi,” imbuhnya.

Ia menegaskan, pandemi menjadi salah satu faktor yang memungkinkan kekerasan terhadap anak dan perempuan terjadi. Banyaknya aktivitas di rumah, menjadi salah satu pemicunya.

“Dan yang perlu digarisbawahi, tingginya kasus kekerasan tersebut bukan hanya terjadi di Kabupaten Pasuruan. Tetapi juga di daerah lain,” bebernya.

Baca Juga:  Siswi ABK yang Dihamili Ayah Tiri Diberi Bantuan Hukum dan Perlindungan

Berbagai cara dilakukan untuk mencegah kekerasan terhadap anak dan perempuan. Selain sosialisasi juga keterlibatan pihak-pihak terkait untuk memberikan pendampingan.

“Jadi, persoalan kekerasan anak dan perempuan ini tidak bisa kami tangani sendiri. Perlu keterlibatan banyak pihak. Baik dari pihak keluarga, tokoh agama, hingga yang lain,” timpalnya. (one/hn)

Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru