24.9 C
Probolinggo
Monday, May 29, 2023

Ada Pungutan Dalih Sumbangan di SMAN Gondang Wetan, Sifatnya Wajib

GONDANGWETAN, Radar Bromo – Ditarik pungutan sejak tahun 2019, sejumlah siswa SMAN Gondang Wetan, Kabupaten Pasuruan, akhirnya merasa gerah. Mereka pun menyuarakan keberatan atas pungutan sebesar Rp 100 ribu per bulan itu.

Keberatan itu disampaikan Mukhammad Fahmi Smith, salah seorang pemerhati pendidikan yang mewakili sejumlah siswa sekolah setempat. Ia bersama sejumlah siswa pun berencana melakukan audiensi dengan pihak sekolah untuk mengklarifikasi pungutan itu.

Fahmi yang juga koordinator Aliansi Pelajar Pasuruan Anti Pungli menjelaskan, pungutan itu ada sejak tahun 2019. SMAN Gondang Wetan menyebutnya dengan istilah sumbangan, yaitu Sumbangan Partisipasi Masyarakat (SPMA).

Ini bisa dilihat dari sejumlah kuitansi yang dikeluarkan sekolah. Pada kuitansi itu tertulis pembayaran untuk SPMA.

Saat awal diberlakukan, SPMA menurut Fahmi, sebenarnya tidak dikeluhkan. Apalagi, prosesnya memang melalui kesepakatan antara sekolah dan wali murid.

“Pungutan itu sudah ada sejak 2019. Dan itu memang disepakati antara wali murid dan sekolah. Tidak ada yang mengeluh karena jumlahnya saat itu Rp 50 ribu per bulan,” katanya.

MODUS SUMBANGAN: Kritikan yang disampaikan atas pungutan di SMAN Gondang Wetan. (Istimewa)

Keluhan atas pungutan itu baru muncul setelah sekolah menaikkan jumlah pungutan sejak pertengahan 2020. Tepatnya pada Juli 2020.

Saat itu sekolah menaikkan SPMA sebesar Rp 100 ribu per bulan untuk tiap siswa. Yang membuat wali murid mengeluh, sekolah menaikkan nilai pungutan saat pandemi Covid-19. Sementara pendapatan sebagian besar wali murid menurun imbas pandemi.

“Awalnya ada keluhan dari wali murid. Mereka mengeluh ekonomi menurun dampak pandemi. Lalu sekolah tiba-tiba menaikkan jumlah pungutan. Jelas wali murid makin mengeluh,” kata warga Kecamatan Winongan, Kabupaten Pasuruan, itu.

Baca Juga:  Pemkot Pasuruan Dapat 185 Unit RTLH Tahun Depan

Dari pungutan sebesar Rp 100 ribu per bulan itu, menurut Fahmi, sekolah bisa mengumpulkan uang sekitar Rp 90 juta sebulan. “Itu baru dari satu jenis sumbangan yang dipungut sekolah. Belum lagi dari jenis sumbangan lainnya,” katanya.

Hal senada diungkapkan seorang siswa setempat yang enggan disebutkan namanya. Menurutnya, pungutan yang dilakukan sekolah sudah meresahkan. Dia pun mempertanyakan penggunaan uang tersebut.

“Pungutan itu digunakan untuk apa? Apa untuk honor guru non-PNS? Kan honor guru sudah dibayar pemerintah. Jadi pungutan ini digunakan untuk apa?” katanya.

Menurutnya, sekolah memang mengistilahkan dengan nama sumbangan. Namun, baginya itu adalah pungutan liar. Sebab, nilai sumbangan harusnya tidak mengikat. Diberikan secara sukarela oleh wali murid.

“Ini kan ada nominalnya dan ada tenggang waktunya juga. Bahkan, kalau tidak bayar ada ancaman. Ancamannya, rapor siswa ditahan kalau tidak lunas. Sementara untuk siswa yang mau lulus, ijazah ditahan kalau tidak lunas,” tuturnya.

SEBELUM NAIK: Nota sumbangan di SMAN Gondang Wetan. (Istimewa)

Atas pungutan itu, Fahmi selaku koordinator Aliansi Pelajar Pasuruan Anti Pungli pun menyampaikan pernyataan sikap resmi. Pertama, meminta penjelasan perihal landasan hukum dan legalitas sekolah dalam melakukan pungutan dengan nama Sumbangan Partisipasi Masyarakat (SPMA) dan Sumbangan Peningkatan Mutu (SPM).

Kedua, meminta pihak sekolah untuk melakukan transparansi hasil pungutan beserta penggunaan dana pungutan yang terkumpul selama tahun 2019-2020. Dan ketiga, membantu program pemerintah dalam mewujudkan pendidikan gratis dan Jatim Cerdas sesuai dengan kebijakan BPOPP dalam Pergub Jatim Nomor 33/2019 dan satuan biaya sesuai SE Gubernur Jatim Nomor 120/71/101/2017 serta Sumbangan Pendanaan Pendidikan SMA dan SMK sesuai SE Gubernur Jatim Nomor 420/71/191/2017.

Baca Juga:  Pimpinan Polsek Bugul Kidul Berganti

Jawa Pos Radar Bromo pun mendatangi SMAN Gondang Wetan untuk mengonfirmasi pungutan yang dikeluhkan itu. Di sekolah, wartawan media ini ditemui oleh seorang lelaki yang mengaku humas SMAN Gondang Wetan. Namun, dia enggan namanya disebutkan.

“Kepala sekolah tidak ada. Untuk permasahan itu sebenarnya wali murid sudah pernah dikumpulkan. Tetapi yang lebih pas untuk menjawab adalah kepala sekolah,” kata lelaki itu.

Di sisi lain, Kepala SMAN Gondang Wetan Abdul Rohim saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon tidak merespons. Namun, saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp ia merespons. Hanya saja, Rohim melemparkan kepada pihak humas.

Waalaikum salam. Pangapunten saya saat ini lagi ada acara di Surabaya. Monggo konfirmasi ke Pak Abdul Wachid, waka humas,” balasnya singkat.

Kepala Cabang Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur wilayah Pasuruan Indah Yudiani saat ditemui di kantornya enggan berkomentar banyak atas pungutan yang dikeluhkan di SMAN Gondang Wetan itu. Menurutnya, pungutan sekolah sudah dibahas bersama anggota DPRD Kabupaten Pasuruan.

“Sudah dibahas dengan anggota DPRD. Sudah dulu ya,” katanya. (sid/hn/fun)

GONDANGWETAN, Radar Bromo – Ditarik pungutan sejak tahun 2019, sejumlah siswa SMAN Gondang Wetan, Kabupaten Pasuruan, akhirnya merasa gerah. Mereka pun menyuarakan keberatan atas pungutan sebesar Rp 100 ribu per bulan itu.

Keberatan itu disampaikan Mukhammad Fahmi Smith, salah seorang pemerhati pendidikan yang mewakili sejumlah siswa sekolah setempat. Ia bersama sejumlah siswa pun berencana melakukan audiensi dengan pihak sekolah untuk mengklarifikasi pungutan itu.

Fahmi yang juga koordinator Aliansi Pelajar Pasuruan Anti Pungli menjelaskan, pungutan itu ada sejak tahun 2019. SMAN Gondang Wetan menyebutnya dengan istilah sumbangan, yaitu Sumbangan Partisipasi Masyarakat (SPMA).

Ini bisa dilihat dari sejumlah kuitansi yang dikeluarkan sekolah. Pada kuitansi itu tertulis pembayaran untuk SPMA.

Saat awal diberlakukan, SPMA menurut Fahmi, sebenarnya tidak dikeluhkan. Apalagi, prosesnya memang melalui kesepakatan antara sekolah dan wali murid.

“Pungutan itu sudah ada sejak 2019. Dan itu memang disepakati antara wali murid dan sekolah. Tidak ada yang mengeluh karena jumlahnya saat itu Rp 50 ribu per bulan,” katanya.

MODUS SUMBANGAN: Kritikan yang disampaikan atas pungutan di SMAN Gondang Wetan. (Istimewa)

Keluhan atas pungutan itu baru muncul setelah sekolah menaikkan jumlah pungutan sejak pertengahan 2020. Tepatnya pada Juli 2020.

Saat itu sekolah menaikkan SPMA sebesar Rp 100 ribu per bulan untuk tiap siswa. Yang membuat wali murid mengeluh, sekolah menaikkan nilai pungutan saat pandemi Covid-19. Sementara pendapatan sebagian besar wali murid menurun imbas pandemi.

“Awalnya ada keluhan dari wali murid. Mereka mengeluh ekonomi menurun dampak pandemi. Lalu sekolah tiba-tiba menaikkan jumlah pungutan. Jelas wali murid makin mengeluh,” kata warga Kecamatan Winongan, Kabupaten Pasuruan, itu.

Baca Juga:  Anggaran Minim, Sulit Kontrak GTT di Kota Pasuruan

Dari pungutan sebesar Rp 100 ribu per bulan itu, menurut Fahmi, sekolah bisa mengumpulkan uang sekitar Rp 90 juta sebulan. “Itu baru dari satu jenis sumbangan yang dipungut sekolah. Belum lagi dari jenis sumbangan lainnya,” katanya.

Hal senada diungkapkan seorang siswa setempat yang enggan disebutkan namanya. Menurutnya, pungutan yang dilakukan sekolah sudah meresahkan. Dia pun mempertanyakan penggunaan uang tersebut.

“Pungutan itu digunakan untuk apa? Apa untuk honor guru non-PNS? Kan honor guru sudah dibayar pemerintah. Jadi pungutan ini digunakan untuk apa?” katanya.

Menurutnya, sekolah memang mengistilahkan dengan nama sumbangan. Namun, baginya itu adalah pungutan liar. Sebab, nilai sumbangan harusnya tidak mengikat. Diberikan secara sukarela oleh wali murid.

“Ini kan ada nominalnya dan ada tenggang waktunya juga. Bahkan, kalau tidak bayar ada ancaman. Ancamannya, rapor siswa ditahan kalau tidak lunas. Sementara untuk siswa yang mau lulus, ijazah ditahan kalau tidak lunas,” tuturnya.

SEBELUM NAIK: Nota sumbangan di SMAN Gondang Wetan. (Istimewa)

Atas pungutan itu, Fahmi selaku koordinator Aliansi Pelajar Pasuruan Anti Pungli pun menyampaikan pernyataan sikap resmi. Pertama, meminta penjelasan perihal landasan hukum dan legalitas sekolah dalam melakukan pungutan dengan nama Sumbangan Partisipasi Masyarakat (SPMA) dan Sumbangan Peningkatan Mutu (SPM).

Kedua, meminta pihak sekolah untuk melakukan transparansi hasil pungutan beserta penggunaan dana pungutan yang terkumpul selama tahun 2019-2020. Dan ketiga, membantu program pemerintah dalam mewujudkan pendidikan gratis dan Jatim Cerdas sesuai dengan kebijakan BPOPP dalam Pergub Jatim Nomor 33/2019 dan satuan biaya sesuai SE Gubernur Jatim Nomor 120/71/101/2017 serta Sumbangan Pendanaan Pendidikan SMA dan SMK sesuai SE Gubernur Jatim Nomor 420/71/191/2017.

Baca Juga:  Ke Banyubiru, Wisatawan Balik Kucing karena Masih Tutup

Jawa Pos Radar Bromo pun mendatangi SMAN Gondang Wetan untuk mengonfirmasi pungutan yang dikeluhkan itu. Di sekolah, wartawan media ini ditemui oleh seorang lelaki yang mengaku humas SMAN Gondang Wetan. Namun, dia enggan namanya disebutkan.

“Kepala sekolah tidak ada. Untuk permasahan itu sebenarnya wali murid sudah pernah dikumpulkan. Tetapi yang lebih pas untuk menjawab adalah kepala sekolah,” kata lelaki itu.

Di sisi lain, Kepala SMAN Gondang Wetan Abdul Rohim saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon tidak merespons. Namun, saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp ia merespons. Hanya saja, Rohim melemparkan kepada pihak humas.

Waalaikum salam. Pangapunten saya saat ini lagi ada acara di Surabaya. Monggo konfirmasi ke Pak Abdul Wachid, waka humas,” balasnya singkat.

Kepala Cabang Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur wilayah Pasuruan Indah Yudiani saat ditemui di kantornya enggan berkomentar banyak atas pungutan yang dikeluhkan di SMAN Gondang Wetan itu. Menurutnya, pungutan sekolah sudah dibahas bersama anggota DPRD Kabupaten Pasuruan.

“Sudah dibahas dengan anggota DPRD. Sudah dulu ya,” katanya. (sid/hn/fun)

Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru