PEMERINTAH Kota Pasuruan melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) bersama PPKBK dan sub PPKBK akan mengawal suksesnya penurunan angka stunting secara nasional dengan target sebesar 14% pada tahun 2024.
Untuk mencapai gol tersebut, dilakukan peningkatan peran kader PPKBK dan Sub-PPKBK kelurahan. Kegiatan itu berlangsung di Gedung Gradika Bhakti Praja, Jalan Panglima Sudirman, Kota Pasuruan, Senin (11/10). Materi peningkatan disampaikan langsung oleh Ketua TP PKK Kota Pasuruan Dra Fatma Saifullah Yusuf.
Kegiatan berjalan dengan protokol kesehatan yang ketat. Materi dibagi menjadi dua sesi. Yaitu, sesi pertama untuk PPKBK dan sub PPKBK Kecamatan Bugul Kidul dan Panggungrejo. Sesi kedua untuk Kecamatan Gadingrejo dan Purworejo. Total ada 34 kader PPKBK dan 295 kader sub PPKBK sampai tingkat RW.

Kepala DP3AKB Njoman Swasti mengatakan, pembangunan Indonesia dimulai dengan membangun keluarga yang berkualitas. Karena itu, kader PPKBK dan Sub PPKBK menjadi bagian penting strategi pelaksanaan di lapangan. Mereka diharapkan mampu menjalankan fungsinya dengan baik.
”Tujuan kegiatan ini adalah peningkatan peran aktif PPKBK dan sub PPKBK dalam menyukseskan program KB. Selain itu, pembinaan tentang pendewasaan usia perkawinan, kesehatan reproduksi, pembinaan pengaturan kehamilan, pemakaian alat kontrasepsi, sampai pencegahan stunting,” terangnya.

Pada saat ini angka stunting di kota Pasuruan mencapai 18,74 persen. Peran kader PPKBK dan sub PPKBK harus ditingkatkan. Sebab, mereka menjadi ujung tombak dalam penurunan angka stunting tersebut.
Ketua TP PKK Kota Pasuruan Dra Fatma Saifullah Yusuf menjelaskan, persoalan stunting mendapatkan perhatian yang cukup besar dari pemerintah. Mengapa? Karena stunting merupakan salah satu penyebab rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) di masa yang akan datang.

”Pada 2019, angka stunting di Indonesia mencapai 27,67 persen. Angka itu masih dinilai tinggi karena WHO menargetkan angka stunting tidak lebih dari 20 persen,” ujarnya. Kemudian, pemerintah Indonesia menargetkan pada 2024 angka stunting turun menjadi 14 persen.
Fatma menambahkan, stunting menjadi persoalan penting yang harus dihadapi. Persoalan itu tidak hanya berpengaruh terhadap kondisi dan tumbuh kembang anak, tetapi juga perkembangan kognitif dan motorik akibat kurang gizi. Imbasnya, anak-anak mengalami kesulitan berprestasi di sekolah. Juga, tidak bisa mendapatkan penghasilan yang memadai saat di dunia kerja. Di kemudian hari, kondisi tersebut berimbas pada tingginya angka kemiskinan.

Sehingga pemerintah kota Pasuruan melakukan strategi penanganan stunting, terutama di sepuluh kelurahan. Penanganan stunting berbasis keluarga. Yaitu, menggencarkan sosialisasi tentang perlunya pemenuhan gizi pada 1000 hari pertama kehidupan anak. Yang tidak kalah penting adalah menyiapkan kehidupan berkeluarga bagi remaja putri sebagai calon ibu. (eka/*)
