Ketua LPK Barata Irfan Budi menduga, permasalahan itu mengemuka lantaran sosialisasi yang dilakukan pemerintah hanya melibatkan sebagian kecil pedagang. Hanya tujuh perwakilan pedagang yang diundang dalam sosialisasi tersebut. Padahal, rencana relokasi itu justru berkaitan dengan kepentingan banyak pedagang.
”Saat sosialisasi mereka juga tidak diberi waktu untuk bertanya atau menyampaikan keberatannya. Karena merasa tidak mendapat ruang itu, akhirnya beberapa pedagang minta pendampingan,” katanya.
Irfan tidak mengesampingkan pentingnya revitalisasi Pasar Besar. Apalagi rencana itu memang diinginkan pemerintah sejak lama untuk menata pusat perbelanjaan tradisional tersebut. Hanya saja, rencana relokasi pedagang sebagai konsekuensi penataan pasar tidak bisa serta-merta dilakukan begitu saja.
”Walaupun dengan alasan waktu pembangunan yang sudah mepet, saya rasa kepentingan pedagang ini juga tidak boleh dikesampingkan. Karena ini menyangkut penghasilan dan nasib keluarga mereka,” ujarnya.
Relokasi mesti disiapkan secara matang. Tak terkecuali lokasi baru yang akan ditempati oleh para pedagang. Setidaknya harus cukup representatif untuk dijadikan lokasi berjualan dan tidak kalah strategis dengan lokasi yang ditinggalkan.
”Tetapi begitu kami lihat, lokasi yang disediakan di Pasar Karangketug hanya lahan kosong. Pedagang masih harus membuat lapak baru secara swadaya,” katanya.
Ketua Komisi II DPRD Kota Pasuruan Soemarjono mengaku bakal turun tangan menengahi persoalan tersebut. Pihaknya juga akan lebih dulu mendengarkan penjelasan dari masing-masing pihak. Baik dari Disperindag, maupun pedagang di Pasar Besar. Terutama untuk mengurai akar permasalahan terkait rencana relokasi pedagang yang sekarang menimbulkan pro-kontra.