PASURUAN, Radar Bromo – Kebijakan Pemkot Pasuruan, menaikkan tarif retribusi pasar terus menjadi polemik. Banyak pedagang kecewa. Kamis (9/2), sejumlah pedagang wadul ke DPRD Kota Pasuruan.
Ketua Paguyuban Pedagang Pasar Kota Pasuruan Husni mengaku, kecewa. Terlebih setelah somasi yang dilayangkan pedagang melalui kuasa hukumnya tak digubris pemkot. Pihaknya keberatan bila tarif baru retribusi pasar tetap dilanjutkan. “Perwali yang baru ini sangat tidak memperhatikan kondisi pedagang,” ujarnya.
Apalagi sebelumnya pedagang merasakan bagaimana perputaran ekonomi begitu lambat. Terutama selama pandemi Covid-19. Baru-baru ini saja roda perekonomian berjalan. Namun, sudah harus dihadapkan dengan tarif baru yang naik signifikan.
Kenaikan tarif ini juga dinilai tidak seimbang dengan pelayanan yang diberikan pemerintah. Misalnya, terkait infrastruktur di Pasar Besar. Selama ini sangat kurang mendapat perhatian. “Di Pasar Besar, itu hujan setengah jam saja banjir. Drainase nggak ada. Fasilitasnya sudah sangat tidak mendukung kenyamanan pedagang dan pembeli,” jelasnya.
Harsono menambahkan, pedagang sebenarnya tidak keberatan dengan kenaikan tarif retribusi. Selama nominalnya masuk akal. Ia menyebut, pemerintah seharusnya menaikkan besaran tarif retribusi secara bertahap.
Bila memang selama 11 tahun terakhir tarifnya tak pernah berubah, setidaknya persentase kenaikan tidak langsung berlipat-lipat. “Kalau dihitung misalnya setiap tahun dinaikkan 5 persen sejak 2011, seharusnya ketika hari ini ada perubahan maksimal 50 persen,” ujarnya.
Kenyataannya “menyakitkan.” Tarif retribusi naik mencapai 300 persen. Pihaknya berharap, pemerintah mengkaji ulang kebijakannya. Kata Harsono, membuat kebijakan seharusnya mempertimbangkan tiga asas. Yaitu, kepastian hukum, manfaat, dan keadilan. “Yang ketiga ini paling penting. Bagaimana sebuah kebijakan harus menciptakan rasa keadilan,” ujarnya.