PASURUAN, Radar Bromo – Rencana Pemkot Pasuruan menaikkan retribusi pasar maju mundur. Pedagang satu suara menolak besaran tarif baru yang dirasa terlalu memberatkan. Karena itu, sejauh ini masih diberlakukan tarif lama.
Padahal, per 1 Januari 2023, pemerintah telah menyatakan memberlakukan tarif baru. Seperti, tarif kios kelompok A Rp 500 per meter persegi per hari. Kios kelompok B Rp 250 per meter persegi per hari. Kios kelompok C Rp 250 per meter persegi per hari.
Kemudian, tarif bedak Rp 300 per meter persegi per hari. Los Rp 250 per meter persegi per hari. Pecokan Rp 2.000 per hari dan pedagang keliling Rp 2.000 per hari.
Penetapan tarif itu berdasarkan Peraturan Wali Kota Pasuruan (Perwali) Nomor 69/2022 tentang Perubahan Tarif Retribusi Pelayanan Pasar. Ternyata, sebagian besar pedagang menolak kenaikan tarif. Protes keras juga disampaikan ketika Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Pasuruan menggelar sosialisasi di Gedung Gradika, Kamis (5/1).
Mereka menilai sosialisasi terlambat. Seharusnya, kebijakan ini diketahui para pedagang sebelum benar-benar diterapkan. Tidak ujug-ujug seperti sekarang. Apalagi sosialisasi baru digelar ketika pungutan retribusi dengan tarif baru sudah dimulai.
“Dalam pemberlakuan awal saja, Perwali ini sudah cacat hukum. Nggak perlu bahas isinya dulu. Kami seolah jadi test case, coba-coba. Kalau tidak ada penolakan, akan diteruskan,” kata Ketua Paguyuban Pasar Kota Pasuruan Husni.
Ia mengatakan, kenaikan tarif retribusi ini benar-benar memberatkan pedagang. Mereka sudah berkali-kali dihantam kondisi ekonomi yang tidak sehat. Lebih-lebih setelah pandemi Covid-19 melanda. Disusul dengan imbas kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).