PASURUAN, Radar Bromo – Kunjungan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Reynhard Saut Poltak Silitonga ke Pasuruan, Senin (3/5), juga menguak kondisi hotel prodeo secara umum. Baik Lapas, maupun Rutan.
Di Indonesia, kata Reynhard ada 528 lapas dan rutan yang sesak. Secara keseluruhan, kapasitas lapas dan rutan itu sebenarnya 135 ribu.
“Akan tetapi, saat ini penghuninya jauh lebih banyak dibanding kapasitas ideal. Yakni mencapai 267 ribu narapidana dan tahanan. Angka itu memang dinamis. Bisa berubah setiap waktu,” katanya.
Kelebihan kapasitas itu bahkan melebihi angka 50 persen. Seperti halnya hunian di Lapas IIB Pasuruan yang berkapasitas 284 orang. Namun kini dihuni sekitar 800-an orang.
Reynhard juga menyampaikan kondisi lapas lain. Misalnya di Lapas Cipinang yang dihuni sekitar 3.800 orang. Sedangkan idealnya dihuni 1.200 orang.
“Ini adalah gambaran kondisi lapas di seluruh Indonesia,” bebernya.
Sedangkan sebanyak 267 ribu penghuni lapas dan rutan di Indonesia, berlatarbelakang kasus pidana umum, korupsi dan narkotika. Ironisnya, yang paling banyak adalah kasus narkotika.
Andaikata penghuni lapas dan rutan dengan kasus korupsi dan pidum tidak ada, kondisinya juga masih overkapasitas. Yakni tersisa 137 ribu penghuni dengan kasus narkotika.
“Jadi dengan warga binaan kasus narkotika saja kondisinya masih overkapasitas,” katanya.
Karena itu, lanjut Reynhard, sudah semestinya fungsi pembinaan narapidana dan tahanan bukan hanya menjadi tugas jajaran pemasyarakatan saja. Melainkan juga terbentuk rasa tanggungjawab bersama. Seperti kepedulian Pemkot Pasuruan di bawah kepemimpinan Saifullah Yusuf yang mengusulkan lapas terintegrasi.
“Memang ada sesuatu yang harus kita pikirkan bersama, jika satu pasal kejahatan yang paling mendominasi lapas. Perlu kita pikirkan apakah kondisi itu adalah hal yang benar dan wajar,” ujarnya.
Apalagi, dari 137 penghuni lapas dan rutan saat ini, tidak hanya mereka yang merupakan pelaku utama dalam bisnis narkotika. Seperti bandar dan kurir. Sebanyak 80 ribu di antaranya justru diperkarakan karena kasus penyalahgunaan narkotika.
“Nah untuk pemakai ini, yang menggunakan narkotika sabu di bawah lima gram kemudian ekstasi satu dua gram, itu dalam undang-undang kan bisa direhab,” sebutnya.
Dia tak bisa membayangkan kondisi hunian yang mungkin jauh melebihi kapasitas beberapa tahun ke depan. Terutama jika semua pelaku kasus narkotika ditahan, termasuk pemakai, ditahan.
“Lima tahun kedepan bukan hanya 50 persen, tapi bisa sampai 90 persen overkapasitas,” paparnya.
Karena itulah fungsi pembinaan bukan tanggung jawab lapas saja. Tetapi tanggungjawab bersama. Termasuk aparat penegah hukum dan pemerintah sekaligus. Misalnya dengan kerjasama seperti konsep terintegrasi yang memadukan tempat pembinaan, rehab, pesantren dan inovasi lain.
“Bahwa warga binaan bisa dibina secara bersama-sama agar menjadikan orang yang bermasalah keluarnya menjadi orang baik, tidak melakukan perbuatan melanggar hukum lagi,” ujarnya.
Dia berharap, konsep lapas terintegrasi itu bisa menjadi percontohan bagi pemerintah daerah lain. Reynhard juga menyanggupi akan mengawal pembangunan lapas terintegrasi itu ke Menkumham Yassona Laoly.
“Kami ikut mengawal bersama Pak Menteri untuk percepatan pelaksanaan pembangunan lapas baru,” tandasnya. (tom/hn)