KRAKSAAN, Radar Bromo – Setiap pasangan pasti menginginkan kelahiran yang normal. Namun terkadang dalam keadaan tertentu, orangtua perlu menjalani kelahiran lebih dini atau prematur. Kelahiran prematur merupakan kondisi di mana bayi dilahirkan sebelum usia kehamilan mencapai 37 minggu. Kasus bayi lahir prematur di Indonesia masih terbilang tinggi.
Dokter Muhammad Reza, M. Biomed, Sp.A (K) mengatakan, dengan lebih awalnya bayi lahir, maka perkembangan organ tubuh bayi belum sempurna. Hal ini berisiko mempengaruhi perkembangan bayi di masa depan.
“Bukan berarti bayi dengan kelahiran prematur akan mengalami kekurangan. Namun, masih ada harapan bagi bayi prematur untuk tidak hanya hidup, tetapi juga mendapatkan kualitas hidup yang baik,” ujar dokter spesialis anak di RSUD Waluyo Jati Kraksaan itu.
Menurutnya, untuk mengetahui masalah-masalah lebih awal pada bayi prematur, dibutuhkan skrining (deteksi dini). Skrining menjadi sebuah tindakan pemeriksaan medis yang sangat penting. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui dampak jangka pendek dan jangka panjang dari prematuritas yang terjadi.
“Beberapa skrining di antaranya pemeriksaan penglihatan, pemeriksaan pendengaran, pemeriksaan kepadatan tulang, pemeriksaan USG kepala dan pemeriksaan lainnya,” katanya.
Pemeriksaan penglihatan dilakukan karena pada bayi prematur, retina mata bayi belum berkembang sempurna. Sehingga belum dapat berfungsi dan beradaptasi dengan baik. Hal itu dapat menyebabkan tidak normalnya perkembangan pembuluh darah pada mata bayi.
“Kondisi ini dinamakan retinopathy of prematurity (ROP). Gangguan mata yang umum terlihat saat bayi tumbuh besar meliputi rabun dekat atau jauh, glaukoma, dan mata juling,” katanya.
Bayi yang lahir prematur juga berisiko mengalami gangguan pendengaran atau tuli. Itulah sebabnya mereka perlu mendapatkan skrining pendengaran, baik pada kedua telinga maupun hanya salah satunya.
“Penyerapan nutrisi pada bayi prematur juga terhambat. Salah satu yang terpengaruh adalah kepadatan tulang bayi. Sehingga bayi yang lahir prematur cenderung memiliki tulang yang kurang kuat dan mudah patah, yang dinamakan osteopenia of prematurity (OOP),” jelasnya.
Selain itu, bayi prematur berisiko mengalami gangguan pada otak, seperti perdarahan otak yang dapat mengakibatkan gangguan perkembangan di kemudian hari. Kondisi ini akan meningkatkan risiko kecacatan pada bayi, seperti keterlambatan pergerakan saraf dan intelektual.
“Harapannya dengan melakukan berbagai skrining sejak dini, kelainan yang ada dapat segera diketahui untuk dilakukan pengobatan, serta tindakan yang diperlukan, dan tentunya kesehatan bayi prematur dapat terus terpantau demi mencetak generasi yang unggul menuju Indonesia emas,” bebernya. (uno/fun)