MALANG, Radar Bromo – Tragedi Kanjuruhan cukup membekas bagi Rsd, 17. Aremania asal Desa Kertosuko, Kecamatan Krucil, Kabupaten Probolinggo itu masih trauma. Ia pun takut pulang ke rumahnya di Probolinggo.
Sudah 11 hari Rsd memilih tidak pulang ke rumahnya. Sebab, ketiga temannya meninggal dunia dalam tragedi Kanjuruhan 1 Oktober 2022 lalu.
Dalam kurun waktu 11 hari terakhir, Rsd bertahan di area Stadion Kanjuruhan, dengan kondisi linglung. “Tatapannya kosong, dan ketika diajak komunikasi, lama untuk merespons,” kata Awang Karta, salah satu pedagang di Stadion Kanjuruhan, Rabu (12/10).
Awang, awalnya tidak menaruh curiga kepada Rsd. Sebab, memang banyak orang hilir mudik di kios-kios yang berada di luar Stadion Kanjuruhan.
Tetapi, melihat pria dibawah umur itu masih terus berada di area Stadion, Awang mencoba mendekati dan menanyakan prihal keberadaannya. “Ketika ditanyai, dia mengaku takut pulang, sebab tiga temannya meninggal dunia saat tragedi itu,” kata dia.
Merasa iba, Awang mencoba berkoordinasi dengan pihak kepolisian, Kodim, Koramil dan Puskesmas setempat untuk mencari solusi bersama. “Semalam sudah ada dari Koramil, Kodim, Polisi juga tim puskesmas Kepanjen membujuk dia. Tapi, anaknya tidak mau (pulang). Kelihatannya dia trauma,” tambahnya.
Alasannya, pria 17 tahun itu tidak pulang karena takut sama keluarga korban dan kakak kandungnya sendiri. Sebab, dari cerita Awang, kakak kandung Rsd nomor dua, ringan tangan. “Dia tidak punya ayah dan ibu (meninggal dunia). Saudaranya ada 3. Yang paling baik sama anak itu, saudara yang nomor satu kerja ada di Bali. Dia tinggal sama kakak yang nomor dua,” terang dia.