BANGIL, Radar Bromo – Sejumlah pedagang daging yang tergabung dalam Paguyuban Penjual Daging Pasuruan, mendatangi kantor DPRD setempat, (27/1). Mereka mengadukan kelangkaan sapi potong lokal di Kabupaten Pasuruan.
Ketua Paguyuban Penjual Daging Pasuruan M. Habibi menjelaskan, kedatangannya ke kantor dewan untuk mewakili para jagal dan penjual daging sapi potong lain di wilayah Kabupaten Pasuruan. Pasalnya, mereka kesulitan untuk mendapatkan sapi lokal untuk dipotong.
Kalaupun ada, harganya sulit dijangkau. Para pemilik sapi potong, lebih memilih untuk menjual sapi-sapinya ke jagal atau pembeli dari luar daerah, seperti Surabaya. Sebab, harga sapi yang dijual, bisa lebih tinggi ketimbang harga yang mampu dibeli pedagang lokal Pasuruan.
“Perbandingannya, bisa berkisar Rp 1 juta bahkan sampai Rp 2 juta. Hal ini yang membuat pedagang sapi memilih untuk menjual barangnya kepada pedagang luar daerah,” keluh M Habibi.
Hal ini, diperparah dengan jumlah sapi yang dijual di pasar lokal semakin sedikit. Jauh timpang dengan jumlah jagal atau pembeli sapi itu sendiri.
“Seperti di Pasar Hewan Tutur yang digelar setiap Rabu. Rata-rata, sapi yang ditawarkan hanya berjumlah 15 ekor. Padahal, sebelumnya bisa sampai 40 ekor. Sementara, pembeli atau jagalnya, bisa sampai 50-an orang. Ini tidak imbang,” bebernya.

Ia menambahkan, pembeli sapi Kabupaten Pasuruan mayoritas dari luar daerah, seperti dari Surabaya berani membeli harga tinggi, bukan tanpa alasan. Karena harga jual dagingnya, masih tinggi. Satu kilogram, bisa dihargai Rp 130 ribu.
Berbeda dengan wilayah Kabupaten Pasuruan. Harga per kilonya sekitar Rp 100 ribu. “Kalau dinaikkan, bisa tidak laku terbeli,” jelasnya.
Kondisi ini, yang membuat penjual daging sapi potong seperti dirinya kelimpungan. Terlebih lagi dengan larangan Gubernur untuk mendatangkan daging impor. Ini semakin memperparah kondisi para pedagang.
“Padahal, kebutuhan daging masih tinggi. Tapi kami kesulitan untuk memperoleh barang. Kami tidak bisa bersaing di daerah sendiri, dengan pembeli luar daerah. Akhirnya, kami dan teman-teman biasanya sampai mendatangkan atau membeli sapi dari luar daerah, seperti Bali dan daerah lain yang lebih banyak pilihannya,” sambung dia.
Untuk itu, ia berharap ada kebijakan dan solusi dari pemerintah daerah. Sehingga, persoalan kelangkaan sapi potong bisa teratasi. “Kami juga berharap ada support dalam permodalan. Misalnya, penyediaan dana pada simpan pinjam yang mudah dijangkau para pedagang seperti dirinya,” desaknya.
Kepala Dinas Peternakan Kabupaten Pasuruan Diana Lukita menguraikan, tupoksi (tugas, pokok dan fungsi) Dinas Peternakan Kabupaten Pasuruan berupa memberikan pembinaan bagi para peternak. Mulai dari pembibitan hingga peningkatan populasi ternak.
Sejauh ini, ia memandang populasi sapi potong cenderung stabil. “Berkaitan dengan modal kerja, itu mungkin kebijakan kepala daerah,” jelasnya.
Ia menduga, kelangkaan sapi potong dipengaruhi pemotongan sapi betina produktif. Padahal, hal itu jangan sampai terjadi. Karena bisa mempengaruhi populasi. “Kami akan mengawasi hal itu. Juga berkaitan dengan sapi glonggongan, kami juga akan mengawasi jangan sampai terjadi,” bebernya.
Berkaitan dengan sapi impor, ia menjelaskan, kalau hanya melaksanakan imbauan Gubernur. Karena sapi impor tidak boleh masuk wilayah Jatim. Kabupaten Pasuruan sendiri, merupakan bagian dari wilayah Jatim.
Dengan begitu, pihaknya pun tidak memperkenankan daging sapi impor masuk. Meski dimungkinan, hal itu dibutuhkan.
Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Pasuruan Joko Cahyono menegaskan, bakal mendiskusikan persoalan tersebut lebih dalam lagi dengan dinas. Hal ini untuk mencari solusi atas persoalan para pedagang daging.
“Kami sudah mencatat persoalan-persoalan yang dialami para pedagang daging. Kami akan diskusikan lagi dengan Dinas Peternakan, untuk mencari solusi atas persoalan ini,” ulasnya. (one/mie)