BANGIL, Radar Bromo – Kalangan pekerja merasa semakin tertekan. Peraturan Daerah (Perda) No. 22 Tahun 2012 tentang Ketenagakerjaan dinilai hanya menjadi pajangan. Serikat Pekerja dan Serikat Buruh (SP-SB) menyatakan perda tersebut tidak mampu melindungi kaum buruh. Mandul.
Penilaian tersebut ditegaskan oleh Ketua Federasi Serikat Pekerja Kimia Energi Pertambangan (FSPKEP) Kabupaten Pasuruan Akhmad Soleh. Kepada Komisi IV DPRD dan Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kabupaten Pasuruan, Soleh mengungkap, banyak persoalan buruh yang muncul setelah berlakunya UU Cipta Kerja atau Omnibuslaw.
Yang parah, Kabupaten Pasuruan sebenarnya telah memiliki perda tentang ketenagakerjaan. Namun, perda itu seakan hanya pajangan. Tidak punya kekuatan. Tidak mampu melindungi para buruh. Para buruh tidak mampu melawan.
”PHK semakin mudah menimpa buruh sejak UU Cipta Kerja muncul,” tegas Soleh dalam hearing di kantor DPRD Kabupaten Pasuruan, Rabu (19/10).
Banyak temuan, lanjut dia, terjadi pengalihan status karyawan tetap menjadi pegawai kontrak. Ujung-ujungnya, buruh hanya diberi pesangon murah ketika terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Mereka tidak mampu berbuat apa-apa.
Dampak lebih buruk terjadi lagi. Para pekerja yang ter-PHK tidak lagi mendapatkan jaminan sosial. Selama ini, iuran ditanggung bersama antara pekerja dan perusahaan. Setelah di-PHK, buruh tidak mampu membayar lagi. Mereka pun tidak bisa lagi mendapatkan jaminan BPJS Kesehatan.
Bisa dibayangkan, lanjut Soleh, para buruh sudah kena PHK. Tidak dapat penghasilan. Tidak dapat perlindungan jaminan kesehatan. Padahal, kebutuhan hidup terus berjalan. Kondisi itu akan memunculkan masalah sosial lain. Bisa jadi, kejahatan meningkat.