Sejumlah warga Kabupaten Pasuruan menjadi korban kerusuhan tragedi di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang. Insiden itu menyisakan kenangan penuh air mata bagi keluarga korban. Mereka tak menyangka, para korban yang berangkat sehat, malah pulang menjadi mayat.
————–
BENDERA putih dengan palang hijau di bagian tengahnya berkibar di gang rumah Basori, 49, warga Kedanten, Desa Wonokoyo, Kecamatan Beji, Kabupaten Pasuruan. Saat Jawa Pos Radar Bromo berkunjung Minggu (2/10), lalu lalang pentakziah berdatangan. Satu rombongan pergi, berganti dengan rombongan lainnya yang datang mengisi.
Mereka datang untuk berbagi duka dengan Basori. Ya, Basori memang tengah bersedih. Anak pertamanya, Muhammad Andre Ramadhan, 24, pergi untuk selama-lamanya. Dia meninggal dunia, menjadi salah satu korban kericuhan di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang.
Meski dipenuhi kesedihan, ia berusaha tegar menerima ujian. Senyuman masih disunggingkan di bibirnya. Bak isyarat bahwa dia harus kuat menerima takdir yang terjadi.
“Namanya kehilangan anak, pastinya sedih. Tapi, semua itu kami kembalikan lagi kepada Yang Maha Memiliki,” ungkap Basori pelan.
Basori mengaku, insiden yang menimpa anaknya itu benar-benar tak disangkanya. Anaknya memang suka sepak bola. Khususnya Arema. Sebab, dia memang lahir di Malang. Namun, selama ini Andre hanya sebatas suka. Tidak begitu fanatik.
“Kebetulan, waktu itu ada temannya yang mengajak lihat. Waktu itu memang ada waktu longgar setelah kontrak dengan perusahaan di tempatnya bekerja. Jadi ia memutuskan untuk berangkat,” terang Basori.